Jadi, untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, masyarakat zaman dahulu membunyikan kentongan, memukul lesung, dan shalat gerhana.
Bahkan, kalau ada wanita yang hamil harus mengusap perutnya menggunakan merang padi.
"Mengusap merang padi adalah sebagai simbol dan proses penyucian diri dan janin yang dikandungnya. Selain itu, untuk sebuah pengharapan agar semuanya diberikan keselamatan, terhindar dari segala hal yang tidak baik," ujar Mufti.
"Itu cara tradisional untuk berinteraksi dengan alam. Tujuan utamanya adalah agar alam ini tetap harmonis, tidak terjadi apa-apa, dan mencari keselamatan. Secara ilmiah, secara tradisi itu bisa sinkron," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Astronomi Assalaam, AR Sugeng Riyadi, mengungkapkan, fenomena gerhana bulan total terjadi setiap tahun atau dua tahun. Pada tahun 2018, gerhana bulan terjadi sudah dua kali.
"Hanya, kalau momen gerhana bulan total plus blue dan supermoon fleksibel. Dengan aplikasi bisa dihitung dan fenomena itu (gerhana bulan total supermoon) akan terjadi kembali pada 31 Januari 2037," ungkap Sugeng.
Penulis: Kontributor Solo, Labib Zamani
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Fenomena Gerhana Bulan Total Menurut Tradisi Jawa