Dalam video itu, Kapolri melontarkan pernyataan yang seolah mengesampingkan ormas Islam di luar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
"Tadi kami minta klarifikasi tentang pernyataan itu dan (Tito) menyampaikan kronologis cerita yang cukup lengkap tentang bagaimana pernyataan itu sebenarnya," ujar Hamdan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Hamdan menganggap tak ada niat Tito untuk mengesampingkan ormas selain NU dan Muhammadiyah.
Pernyataan itu disampaikan Tito di pondok pesantren milik Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin pada Februari 2017.
Menurut Tito, kata Hamdan, pidato itu sebenarnya berdurasi 26 menit. Sementara video yang viral hanya berdurasi sekitar dua menit.
Dengan demikian, banyak bagian video yang terpotong sehingga pesan utuhnya tidak tersampaikan.
"Pidato itu terpotong-potong sehingga menghilangkan seluruh rangkaian cerita pidato yang saat itu dilakukan," kata Hamdan.
Hamdan mengaku protes keras dengan pernyataan Kapolri begitu melihat video yang viral.
Namun, setelah mendapat penjelasan langsung dari Tito, dirinya bisa memahami dan meyakini bahwa Tito tidak berniat mendiskriminasi ormas Islam.
"Tidak ada niat sama sekali beliau untuk mengenyampingkan ormas Islam lain dan untuk menyatakan ormas lain merontokkan negara. Tidak ada," kata Hamdan.
Hamdan mengatakan, konteks pernyataan Tito dalam pidato tersebut ingin memberitahu bahwa ada ormas Islam radikal yang bisa memecah belah bangsa.
Ia percaya pada penjelasan Kapolri karena ada saksi hidup yang mengamati pidato saat itu, yakni Ma'ruf sendiri.
Hamdan meminta agar video yang viral tersebut tidak dimanfaatkan pihak tertentu untuk mengadu domba dan mengganggu persatuan bangsa.
Apalagi saat ini situasi menjelang Pilkada sudah cukup panas. Hamdan memberi saran kepada Kapolri agar menayangkan video pidato tersebut secara lengkap agar masalah menjadi clear.
"Sampai-sampai beliau mengatakan kalau memang ada yang kurang, ada yang salah, saya mohon maaf. Beliau sampaikan begitu," kata Hamdan.