TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia Ari Junaedi mengatakan munculnya pernyataan terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP Setya Novanto dengan menyebut dua elite PDI Perjuangan karena diduga majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak permintaan Novanto menjadi justice collaborator.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/3/2018) kemarin, Novanto menyebut nama Puan Maharani dan Pramono Anung menerima aliran uang korupsi e-KTP.
Masing-masing disebutkan dia menerima 500 ribu dolar AS dari proyek e-KTP.
"Kembali lagi ke persidangan Setnov, hakim tipikor kan menolak keinginan justive collaborator. Selalu yang dimainkan Novanto itu meminjam kata Made Oka Masagung, Andi Naragong. Dia mengatakan menurut Andi dia terima, menurut ini dia ngasih," kata Ari kepada wartawan, Jumat (23/3/2018).
Baca: Jika Ada Bukti, Jokowi Persilakan Dua Menterinya Diproses
Persidangan Setnov dimaksud merujuk pada persidangan sebelumnya, Rabu (14/3/2018).
Saat itu Novanto bertanya pada saksi Made Oka Masagung mengenai serah terima uang untuk dua anggota DPR yang sangat penting saat itu.
Made Oka dalam kesaksiannya tidak pernah memberikan uang sebagaimana pertanyaan Novanto.
Ari menyinggung pernyataan Novanto sebelumnya, bahwa dirinya sama sekali tidak bermain ataupun menerima uang dari proyek e-KTP.
Termasuk pernyataan tidak akan mengintervensi aparat dalam proses penegakan hukum jika dirinya dijerat kasus tersebut.
"Jadi janggal, yang diucapkan Novanto selalu menarik orang lain," kata dia.
Menurutnya, Novanto sebenarnya lebih kepada sikap terdakwa pada umumnya. Bahwa dia tidak mau masuk ke jeruji besi sendirian, karena itu Novanto bernyanyi.
Sedikit banyak, kasus yang menimpa Novanto ini mirip dengan kasus yang menimpa mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.
"Bedanya, Nazar kan memberikan uang, jadi tahu. Kalau Novanto ini beda, dia meminjam mulutnya orang lain. Jadi susah dipercaya juga," jelas Ari.
Di sisi lain, ia menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo. Dimana Presiden menyatakan kalau memang ada bukti silahkan diproses untuk membuktikan pernyataan Novanto itu benar atau tidak.
Apalagi, Pramono Anung sudah menyatakan siap dipanggil KPK kapan saja.
"Saya melihat Novanto seolah-olah merasa sendirian, padahal menurut dia ada pihak-pihak lain yang menikmati. Jadi untuk membuktikan mana yang benar KPK perlu menelusuri lebih lanjut," demikian Ari Junaidi.