Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- MUI menilai maraknya peredaran minuman keras atau Miras di kalangan masyarakat menjadi bukti lemahnya pengawasan dari aparat keamanan.
Bahkan tercatat menelan korban dalam jumlah yang besar di Cicalengka , Kabupaten Bandung, hingga Rabu (11/4/2018) lalu sudah mencapai 157 orang dan jumlah korban meninggal akibat miras oplosan mencapai 45 orang.
Baca: Terlahir Sehat, Wanita Ini Malah Ingin Lumpuh dan Pakai Kursi Roda, Sejak Kecil Selalu Mengeluh!
"Miras yang seharusnya merupakan barang yang tidak boleh diperdagangkan secara terbuka menjadi barang dagangan yang bebas dibeli dan dikonsumsi oleh siapa pun," ujar Waketum MUI Zainut Tauhid Sa'adi di Jakarta, melalui keterangannya, Minggu (15/4/2018).
Meski demikian, langkah kepolisian merazia kios-kios yang diduga menjual miras oplosan dinilai sangat bagus namun tentu tidak cukup dengan itu.
"Kepolisian juga harus menindak tegas produsen dan distributornya, sehingga peredaran miras dapat dicegah dan dibasmi sampai ke akar masalahnya," lanjut Zainut.
MUI mengimbau kepada tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemerintah untuk terus melakukan dakwah, kampanye dan sosialisasi tentang bahaya miras.
Miras selain dilarang, juga membahayakan jiwa manusia, untuk hal itu harus dijauhinya.
MUI mendesak kepada Pemerintah dan DPR untuk segera menuntaskan pembahasan RUU tentang Minuman Beralkohol.
Dijelaskannya, payung hukum tentang pengaturan miras masih sangat lemah sekali yaitu hanya diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol, namun itu dinilai MUI belum memadai.
"Permendag tersebut kami (MUI) nilai sudah tidak lagi memadai sehingga perlu segera dibuat payung hukum yang lebih kuat untuk pengaturannya," jelasnya.