TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Fredrich Yunadi sempat beberapa kali beradu mulut dengan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK selama persidangan kasus merintangi penyidikan perkara korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik.
Mantan penasihat hukum terdakwa korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik Setya Novanto itu mengungkapkan alasan mengapa sempat mengeluarkan pernyataan bernada tinggi.
Fredrich menuding pernyataan JPU pada KPK selalu memberikan penyerangan dan menuduhnya mengintimidasi saksi.
Hal itu mendasari Fredrich kerap meluapkan kemarahan di ruang persidangan.
"JPU suka menyerang pasti kami harus melawan, saya juga suka disebut mengintimidasi saksi. Saya tidak mengintimidasi saksi," tegas Fredrich di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Baca: Sudirman Tanyai Ganjar Soal KTP Elektronik
Dia menegaskan apa yang disampaikan kepada saksi hanya sebatas melontarkan pertanyaan. Namun, dia tidak bermaksud mengintimidasi.
"Saya hanya bertanya kira-kira saksi tahu nggak peraturannya? Masa sekarang JPU nggak ngerti aturan? Dia memotong kalimat saya," tambahnya.
Sebelumnya, pada sidang kasus perintangan penyidikan korupsi proyek pengadaan KTP-el di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Kamis (26/4/2018) siang, berlangsung 'panas'.
Ketua majelis hakim, Saifuddin Zuhri, sempat menegur terdakwa Fredrich Yunadi, tim penasihat hukum, Friedrich Yunadi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, ketika sidang sedang berlangsung.
Berdasarkan pemantauan, ada ketegangan Jaksa Penuntut Umum pada KPK dengan Fredrich. JPU pada KPK, Takdir Suhan menilai mantan penasihat hukum Setya Novanto mengintimidasi saksi, Muhammad Toyibi, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Medika Permata Hijau.
Fredrich menegaskan medical record tidak boleh diberikan atau dilihat oleh siapapun tanpa kewenangan, termasuk aparat penegak hukum. Pernyataan itu disampaikan dengan nada tinggi.
Dia menilai Toyibi melanggar Undang-Undang Kedokteran memberitahukan medical record milik mantan Ketua DPR RI itu kepada KPK. Perbuatan itu termasuk membocorkan rahasia pasien yang dilindungi Undang-Undang Kementerian Kesehatan.
"Saudara saksi tahu tidak medical record tidak boleh dibocorkan, penegak hukum pun harus mendapat izin dari pengadilan lebih dulu," ujar Fredrich dengan intonasi meninggi.