News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Terorisme

Pengawasan Operasi Penanggulangan Terorisme Harus Melibatkan Publik

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENGESAHAN RUU ANTI TERORISME - Menkumham Yasonna Laoly menyerahkan tanggapan pemerintah atas pengesahan RUU kepada pimpinan DPR pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5). Rapat Paripurna DPR resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.(WartaKota/Henry Lopulalan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perlu ada mekanisme pengawasan agar tidak ada penyelewengan di lapangan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-undang (UU) Antiterorisme.

Peneliti terorisme Ridlwan Habib mengatakan definisi terorisme yang menjadi perdebatan sebelumnya akhirnya disepakati.

Definisi itu mencantumkan motif, ideologi politik, dan gangguan keamanan negara.

"Untuk itu perlu ada mekanisme pengawasan agar tidak ada penyelewengan di lapangan," ujar Ridlwan Habib.

Kewenangan penyidik dalam menentukan satu kasus masuk kategori terorisme atau tidak menurutnya harus diawasi.

Sehingga dengan adanya undang-undang baru tidak ada penyalahgunaan wewenang dan berujung pada situasi subversif di era Orde Baru.

Baca: Musuh Koruptor Itu Tak Lagi Bergelut di Dunia Advokat, Dia Pilih Beternak Kambing di Kampung Halaman

"Perlu sangat hati-hati menentukan motif, apalagi ideologi politik. Terutama di tahun- tahun politik seperti ini," ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut.

Ridlwan mencontohkan, satu kegiatan oleh sekelompok orang jika disusupi maka dapat terjebak dalam definisi aksi terorisme.

"Contoh demonstrasi besar di depan istana negara, kalau ada provokator yang melempar molotov, lalu terjadi kerusuhan massal, karena ada unsur ideologi dan motif politik maka bisa dikenakan pasal terorisme, bahaya," jelasnya.

Pasal-pasal lain yang juga krusial untuk diberikan pengawasan adalah pasal yang menjerat persiapan tindak pidana terorisme. Misalnya, ia mencontohkan, latihan perang.

"Kalau outbound dengan senjata mainan seperti paintball tapi dilakukan oleh kelompok radikal apakah bisa dikategorikan persiapan terorisme," ujarnya.

Selain itu jeratan untuk tindak pidana korporasi bagi yang terlibat terorisme juga masih memerlukan peraturan turunan.

"Misalnya ada anggota ormas X yang terlibat terorisme, apakah ormasnya langsung otomatis dibekukan, atau bagaimana mekanismenya," ucapnya.

Baca: Mimpi Sang Ibunda Bantu Polisi Temukan Jasad Grace Terbungkus Karung di Kebun Singkong

Untuk itu menurutnya, pengawasan operasi penanggulangan terorisme harus melibatkan publik.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini