Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI sudah mengesahkan Undang-Undang Terorisme, Jumat (25/5/2018).
Hal tersebut mendapat perhatian dari Pemerintah Australia.
Dubes Australia untuk Indonesia Gary Quinlan AO usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla mengucapkan selamat atas disahkannya Undang-undang tersebut.
Ia pun berharap UU Terorisme yang baru dapat dijadikan dasar untuk menjaga ketahanan masyarakat dari aksi teror.
Baca: Remaja Pencuri Koper di Bandara Soekarno-Hatta Ternyata Pernah Bermain Sinetron
"Saya juga mengucapkan selamat kepada Pak Wapres terkait UU Penanggulangan Terorisme yang disetujui di DPR Jumat lalu, ini menjadi hal mendasar untuk menjaga ketahanan masyarakat kita dari aksi teror," kata Gary Quinlan di Kantor Wakil Presiden RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (28/5/2018).
Pemerintah Australia ujar Dubes Gary, menggagumi kekuatan masyarakat Indonesia dalam mengatasi aksi teror.
"Kami Pemerintah Australia mengagumi kekuatan masyarakat Indonesia dalam mengatasi ketahanan negara di tengah kondisi sulit di beberapa rangkaian peristiwa kemarin, selalu ada cara baru dalam aksi teror," ujarnya.
Baca: Pria Asal Serpong Tewas Bersimbah Darah di Kamar Kos di Yogya
"Tapi kami percaya Pemerintah Indonesia dapat melalui berbagai situasi dan kami selalu mendukung Indonesia. Itu yang kami bicarakan," sambung Gary.
Diketahui sebelum disetujui, Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii melaporkan hasil pembahasan serta poin-poin perubahan yang ada dalam UU baru.
Syafii menyebutkan definisi terorisme yang telah disepakati.
Baca: Berharap Dicari Mantan Pacar, Pemuda di Jogja Malah Didatangi Polisi karena Curi Motor sang Mantan
"Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan," kata Syafii saat membacakan laporan di gedung Parlemen MPR DPR RI, Jakarta, Jumat (25/5/2018).