News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2019

Tak Daftarkan Caleg Eks Koruptor, Peneliti Formappi Sebut PSI Memberikan Optimisme Baru

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peneliti Formappi Lucius Karus berbicara dalam diskusi publik di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (23/5/2018).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen ( Formappi) Lucius Karus heran masih banyaknya caleg mantan napi korupsi yang diusung oleh Parpol dalam daftar Bacaleg Pemilu legislatif 2019.

"Dibilang mengherankan karena pengusungan mantan napi menjadi koruptor itu dilakukan oleh parpol di tengah upaya serius KPU yang mendapat banyak dukungan publik untuk melarang mantan napi koruptor diajukan sebagai caleg. Ini artinya dengan tahu dan mau Parpol melakukan itu," tegas Lucius ketika dikonfirmasi, Jumat (27/7/2018).

"Dengan kesadaran yang prima, parpol-parpol mengusung figur-figur yang sudah ditolak publik bahkan sebelum mereka dicalonkan oleh Parpol untuk Pemilu 2019 mendatang," ujarnya.

Menurut dia, jika Parpol memutuskan pencalonan figur mantan narapidana itu dengan segala kesadarannya akan penolakan publik, lalu bagaimana bisa kita percaya dengan parpol-parpol tersebut khusus terkait dengan komitmen pemberantasan korupsi?

"Aksi parpol-parpol ini tentu segaris dengan sikap mereka yang dengan ngotot menolak pengaturan KPU dalam PKPU No 20 Tahun 2018 yang mengatur soal syarat-syarat pencalegan. Menggunakan tangan para anggota partai di DPR, Parpol tak ingin dibatasi dalam mendorong mantan napi menjadi caleg," kata Lucius.

Lucius mengatakan ini bukti bahwa komitmern pemberantasan korupsi yang kerap disuarakan politisi parpol hanya omong kosong saja. Ketika sensitivitas mereka tak bekerja dalam membatasi keikutsertaan mantan napi menjadi caleg, maka sesungguhnya di saat bersamaan komitmen pemberantasan korupsi hanya bualan belaka.

"Banyaknya kader mantan napi yang diikutsertakan menjadi caleg juga membuktikan bahwa yang namanya kaderisasi di parpol juga tak jelas kualitasnya. Dengan kata lain kaderisasi lebih untuk formalitas agar parpol tersebut nampak bekerja. Bagaimana bisa kaderisasi parpol itu akhirnya menghasilkan keterpilihan kader mantan napi sebagai kader terbaik untuk dijadikan cale?" tegas Lucius.

Parahnya, menurut Lucius, formalitas itu hampir terjadi di semua partai kecuali Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Lucius mengatakan yang membedakan partai satu dengan yang lainnya hanyalah soal jumlah saja, tetapi jumlah itu tak penting ketika bicara soal kepedulian parpol pada kualitas dan integritas kader.

"Ketika semuanya kecuali PSI masih memberikan tempat pada mantan napi koruptor, itu artinya partai-partai itu punya takaran yang sama rendahnya dalam menseriusi pengkaderan di Parpolnya," kata Lucius.

Dia mengatakan bahwa PSI memberikan optimisme soal pentingnya konsistensi antara kata atau wacana dengan aksi.

"Dan saya kira ini akan menjadi kredit point bagi PSI di tengah kentalnya semangat parpol mendukung korupsi yang tersurat melalui daftar caleg yang masih menyertakan caleg mantan napi koruptor," katanya.

Dengan kenyataan ini, Lucius mengatakan maka hilang juga harapan publik kepada parlemen baru yang akan terbentuk pasca Pemilu 2019 nanti.

"Sejak awal partai-partai kecuali PSI sudah menyemaikan tradisi serta komitmen buruk dan tidak serius terkait pemberantasan korupsi. Korupsi masih akan terus terjadi, karena partai tak ingin menghilangkannya," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini