News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Politisi PKS Yakin Muncul Capres Lain di Luar Jokowi dan Prabowo, Ini Alasannya

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Jokowi bersama Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ustadz Mahfudz Siddiq menjelaskan, belum ada kepastian Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan diikuti oleh dua pasangan calon.

"Lihat saja, pada saatnya akan ada poros ketiga," katanya di Jakarta, Selasa (7/8/2018).

Menurut Mahfudz, baik di poros Joko Widodo (Jokowi) dan poros Prabowo Subianto terjadi tarik menarik yang tidak mudah untuk dijinakkan.

"Masing-masing parpol ingin mengusung figur parpolnya untuk menjadi capres atau cawapres, jadi tarik menarik alot, perkembangan masih dinamis," katanya.

Mahfudz Siddiq menjelaskan, posisi tawar parpol akan sangat lemah jika tidak maju menjadi capres atau cawapres.

"Parpol yang mengusung capres dan cawapres mendapatkan peluang meraih suara yang lebih baik dibandingkan hanya mengusung pasangan capres," katanya.

Baca: PAN Tidak Setuju AHY atau Salim Segaf Jadi Cawapres Prabowo

Karena itu, kata mantan Sekjen PKS di era Anis Matta ini, sejumlah parpol akan berupaya untuk menjadikan tokoh parpol mereka untuk menjadi capres atau cawapres.

"Mereka akan mendaftarkan diri di menit terakhir, bisa malam hari, tapi potensi poros ketiga ini sangat besar, bahkan pertemuan rutin mereka gelar dan intensif," katanya.

Mahfudz menyebutkan, pertemuan sejumlah parpol di poros Jokowi dan Prabowo dengan Gatot Nurmantyo terus berlangsung.

"Peluang parpol untuk meraih suara publik adalah dengan maju sebagai capres atau cawapres, kedudukan parpol mereka akan lebih diuntungkan," katanya.

Menurut Mahfudz Siddiq, parpol yang akan mengusung Gatot Nurmantyo atau figur lainnya dengan menyertakan figur dari parpol mereka akan lebih berpeluang meraih suara yang lebih baik.

"Pilpres 2019 adalah pilpres sekaligus pemilihan umum (pemilu) legislatif, jadi perolehan suara parpol akan terkait dengan pasangan capres dan cawapres," katanya.

Menurut Mahfudz Siddiq, opsi tiga pasangan calon atau lebih akan membuat pemilu dan pilpres yang diwarnai dengan pertentangan di antara dua kubu yang sangat keras juga bisa dihindari.

"Pertentangan itu sangat keras terjadi di media sosial, alam maya, dan alam nyata, sangat keras, maka poros ketiga merupakan solusi," katanya.

Faktanya, Prabowo dan Jokowi belum kunjung memutuskan cawapresnya.

Sedangkan PKS sudah mengantongi rekomendasi Ijtima Ulama.

Calon pasangan Prabowo-Salim menjadi amanah yang harus diperjuangkan PKS ke hadapan Prabowo dan partai koalisinya.

Namun, belum ada tanda positif untuk calon pasangan Prabowo-Salim.

Sementara, Ustadz Abdul Somad menolak secara halus meski dia banyak didukung sejumlah kalangan sebagai cawapres untuk mendampingi Prabowo.

"PKS gelisah dan begitu pula sebagian ulama GNPF. Lalu, terjadilah Mudzakarah Seribu Ulama di Tasikmalaya pada Minggu (5/8/2018)," katanya.

Baca: Petinggi Gerindra Sambangi Rumah Prabowo, Diduga Bahas Ustaz Somad Jadi Cawapres

"Dalam mudzakarah itu muncul nama Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, dan Bachtiar Nasir," katanya.

Menurut Mahfudz Siddiq, sangat mungkin nama-nama di atas bukan untuk menambah pilihan calon bagi poros Prabowo.

Tapi, nama baru yang muncul sekadar membuka jalan bagi munculnya poros ketiga.

Dari nama Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, dan Bachtiar Nasir, masih belum diketahui siapa yang bisa menjadi tokoh utama sebagai capres poros ketiga.

Menurut Mahfudz, sejauh ini, Anies Baswedan terganjal Perpres yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo, yang mengatur batas waktu pengajuan izin kepada presiden bagi kepala daerah yang akan maju menjadi calon presiden atau calon wakil presiden.

"Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) rasanya bukan untuk tokoh utama poros ketiga. Sebagai cawapres masih mungkin," katanya.

Karena itu, kata Mahfudz Siddiq, tersisa Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo, yang sejak awal menyatakan siap menjadi capres dan tinggal meneruskan jalan takdirnya.

"Saya meyakini bahwa semua partai sedang menimbang-nimbang keputusan akhirnya. Termasuk, keputusan untuk berada di poros yang mana. Ini bukan semata persoalan pilpres, tapi juga terkait nasib partainya di pileg," katanya.

Kata dia, calon presiden yang diusung atau didukung partai, tentunya harus bisa mendukung perolehan suara pemilu legislatif.

"Sehingga, partai tidak hanya menjadi pendorong mobil, tapi ikut ditarik maju oleh mobil itu," katannya.

Bagi partai yang sudah dapat pos capres dan cawapres, kata Mahfudz Siddiq, soal itu dianggap selesai.

"Bagaimana dengan partai yang tidak kebagian pos capres dan tidak juga cawapres? Suara parpol sulit diraih," katanya.

Kalau bagi-bagi kursi kabinet, kata Mahfudz, itu cerita kalau menang.

"Kalau kalah, apa yang mau dibagi?" katanya.

Pikiran Mahfudz Siddiq adalah bagaimana mencari faktor pendukung untuk capaian hasil pemilu legislatif.

Di tengah kondisi ekonomi yang makin sulit, kata dia, biaya politik justru makin meningkat.

"Partai dan para caleg ditantang untuk bisa memenuhi biaya politik di pemilu legislatif," katanya.

Apalagi, kata Mahfudz Siddiq, ambang batas parlemen naik menjadi empat persen.

"Jadi, poros ketiga yang berpeluang menang dan bisa membantu partai koalisinya mencapai target suara pemilu legislatif," kata dia.

Sampai hari ini, Mahfudz Siddiq menyatakan, dirinya belum mempunyai rumus.

"Mungkin, masih perlu merenung 1-2 hari lagi, tapi kata kuncinya adalah berpeluang menang dan membantu target suara pileg, maka selamat datang poros ketiga," katanya.

Penulis: Gede Moenanto

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini