TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Persidangan kasus penipuan dan penggelapan kepada sejumlah pedagang Pasar Turi Baru yang menyeret Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) Henry Jocosity Gunawan sebagai pesakitan kembali berlanjut di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (20/9/2018).
Sidang yang dipimpin Hakim Rockmat diruang sidang Garuda 1 ini beragendakan pembacaan replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya. Replik tersebut merupakan tanggapan atas nota pembelaan yang diajukan terdakwa Henry maupun tim penasehat hukumnya yang dibacakan pada persidangan sebelumnya.
Dalam repliknya, JPU Darwis dan Harwaedi secara tegas menolak semua dalil-dalil pembelaan baik yang disampaikan terdakwa Henry maupun tim penasehat hukumnya. Menurut dua jaksa yang bertugas di Kejari Surabaya ini, perbuatan terdakwa Henry telah memenuhi unsur pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan.
" Berdasarkan uraian diatas, terdakwa
Henry telah terbukti sah dan meyakinkan melakukan penipuan. Berdasarkan hal tersebut diatas JPU memohon pada majelis hakim untuk menolak dan mengesampingkan pembelaan terdakwa Henry dan tetap mempertahankan tuntutan hukum kepada terdakwa Henry,"kata JPU Harwaedi saat membacakan repliknya.
Sementara terkait usaha terdakwa Henry yang mau mengembalikan kerugian pada para korban yang disampaikan tim pembelanya usai pembacaan nota pembelaan minggu lalu dianggap jaksa Darwis tidak akan menghapus pidana yang dilakukan terdakwa Henry.
"Kami mengapresiasi tapi pengembalian itu tidak menghapus perbuatan pidananya,"kata jaksa Darwis.
Diakhir persidangan, ada hal yang menarik dilakukan tim penasehat hukum terdakwa Henry. Kendati dalam pembelaannya ngotot klienya tidak melakukan tipu gelap, Namun secara tidak langsung tindak pidana tipu gelap itu diakui dan itu terlihat saat tim pembela terdakwa Henry mengajukan pengembalian uang pungutan sertifikat hak milik strata title dan BPHTB pada korban yang terdiri dari 12 pedagang pasar turi.
Ironsinya, tindakan Henry yang ingin mengembalikan uang pungutan tersebut tidak gentelman. Pengembalian kerugian itu justru melalui tangan majelis hakim yang memeriksa perkara ini dengan menyodorkan sejumlah data untuk melakukan konsinyasi.
Upaya Henry untuk mengembalikan kerugian pada korban bukan hanya sekali ini saja dilakukan. Pada sidang sebelumnya Henry juga mengajukan permohonan pengembalian kerugian itu melalui hakim pemeriksa. Tapi permintaan Henry ditolak mentah-mentah oleh hakim Rockmat, dengan dalih tidak memiliki kewenangan menerima titipan uang kerugian para korban.
Namun pada sidang dengan agenda pembacaan replik dari JPU, Hakim Rockmat terkesan menjilat ludahnya sendiri dan menerima rencana pengembalian uang pungutan para pelapor melalui pengadilan.
Terpisah, Muhammad Taufik Al Djufri salah seorang korban mengkritisi niat Henry untuk mengembalikan uang pungutan sertifikat hak milik dan BPHTB.
"Kenapa sekarang (terdakwa Henry) mau mengakui dan mengembalikan uang pungutan sertifikat dan pembayaran BPHTB, selama ini ngotot tidak menipu kami,"ujar Taufik di PN Surabaya.
Taufik pun berharap agar majelis hakim tidak mencampur adukkan antara perbuatan pidana dan kerugian materiil yang dialaminya.
"Kami bawa masalah ini hingga ke persidangan untuk membuktikan perbuatannya. Kalau masalah kerugian materiil kami, itu masuk ranah hukum perdata. Jadi kami berharap majelis hakim tidak mencampur adukan,"pungkas Taufik.
Untuk diketahui, kasus tipu gelap ini dilaporkan pada 2015 lalu di Polda Jatim. Namun saat penyidikan, kasus yang merugikan 12 pedagang Pasar Turi sebesar Rp 1.013.994.500 itu akhirnya diambil alih Bareskrim Polri.