TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menganalisis terjadinya tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, terlebih soal bagaimana gelombang air laut yang setinggi 6 meter bisa menerjang daratan.
Gelombang setinggi 6 meter sebelumnya dikatakan oleh Kepala Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
"BMKG bilang tinggi bisa mencapai 3 meter kan, tapi ternyata lebih, bahkan 6 meter. Analisis kami, itu tadi karena ada tebing bawah laut yang longsor dan volume air laut yang kemudian bertambah," ujarnya di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (29/9/2018).
Baca: Pasca Gempa, Nasib Para Pengisi Acara Festival Pesona Palu Nomoni 2018 Belum Diketahui
Dia berhipotesis karena tsunami terjadi di teluk, yakni Teluk Palu, terdorong oleh air yang merupakan hasil longsor tebing bawah laut itu.
"Karena teluk itu kan dia menjorok ketika ke daratan," tambahnya.
Dari sana, dirinya menjelaskan gelombang yang volume airnya besar itu pun menerjang daratan dengan kencang, karena terakumulasi dengan gelombang yang dibawa dari laut atau dari longsor bawah laut.
"Jadi mungkin awalnya di mulut teluk enggak terlalu besar, tapi begitu dia terdorong dari belakang dan teramplifikasi, itu akan naik dan kecepatannya juga tinggi," katanya.
Sukmandari menyebut kecepatan gelombang tsunami di Teluk Palu mencapai 250 km per jam.
"Dia karena didorong terus oleh gelombang dari belakang, jadi semakin tinggi gelombangnya," pungkasnya.