Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mengapresiasi kinerja Menteri Agraria dan Tata/Badan Pertanahan Nasional terkait penyelesaian sengketa tanah.
Hal tersebut terungkap dalam rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil di ruang rapat Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (01/10/2018).
“Seluruh permasalahan atau sengketa tanah ada 7500, yang sudah diselesaikan BPN ada 3500 kasus. Ada sekitar 3800 kasus sedang dalam tahap penyelesaian. Sementara itu, Komisi II juga menampung berbagai pengaduan konflik pertanahan sekitar 132 kasus. Jumlah tersebut menyusul 145 kasus sebelumnya yang pernah disampaikan Komisi II kepada BPN,” ujar Herman.
Dijelaskan legislator Partai Demokrat itu, penyelesaian sengketa tanah masih terus dilakukan oleh ATR/BPN. Baik sengketa lahan masyararakat dengan korporasi atau perusahaan, masyarakat dengan instansi pemerintah, atau antara instansi dengan instansi. Oleh karena itu Herman cukup mengapresiasi kinerja yang dilakukan oleh ATR/BPN.
Meski demikian, yang terpenting dari itu adalah penguatan ATR/BPN sebagai sebuah lembaga yang tidak hanya mengatasi administrasi pertanahan saja. Melainkan juga bisa menyelesaikan konflik pertanahan secara komprehensif melalui peradilan pertanahan di ATR/BPN. Terlebih saat ini Komisi II DPR RI dengan pemerintah juga tengah membahas RUU Pertanahan.
“Tanah jadi hajat hidup masyarakat yang sangat vital. Keterbatasan lahan tanah sementara jumlah penduduk meningkat, hal itu membuat tanah menjadi harta yang sangat bernilai. Oleh karena itu harus punya cara yang adil, yang dapat memberikan ruang yang lebih besar bagi masyarakat,” jelas legislator dapil Jawa Barat itu.
Herman menambahkan, jika konflik pertanahan dibawa ke pengadilan, dengan berbagai syarat dan tata cara, maka yang lemah akan kalah. Karena sejatinya, semua itu ada dalam penguasaan negara.
Dalam UUD jelas berbunyi bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesarmya umtuk kepentingan rakyat.
“BPN menjadi lembaga yang memberikan rasa keadilan terkait penguasaan dan kepemilikan tanah,” imbuh Herman.(*)