TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG - Samiyati (40), menjadi guru sejak 1998. Dia diangkat sebagai guru di SDN Pulosari 1 Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Perempuan kelahiran 1978 ini menjadi salah satu peserta aksi demonstrasi, Rabu (3/10/2018).
Bersama teman-temannya, Samiyati bersuara lantang soal nasib mereka. Sumiyati tak sendiri.
Bersama ratusan honorer ia berunjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jombang hingga Pendopo Kabupaten Jombang.
Di Pendopo Kabupaten Jombang, Samiyati menjadi salah satu perwakilan pengunjuk rasa dan berkesempatan bertemu Wakil Bupati Jombang, Sumrambah.
Baca: Guru Honorer Curhat ke Presiden Jokowi Minta Diangkat Jadi PNS
Di hadapan sang wakil bupati, ibu tiga anak ini menyampaikan keluh kesahnya. Ia pun mempertanyakan nasibnya yang tidak bisa mengikuti seleksi CPNS karena persoalan usia. "Sekarang ada rencana pengangkatan CPNS, tapi ternyata tidak bisa ikut karena usia sudah lewat. Lalu, nasib kami yang usianya sudah lewat bagaimana," kata Samiyati.
20 Tahun Mengabdi
Pengabdian Samiyati menjadi honorer di bidang pendidikan tidaklah sebentar.
Sudah 20 tahun ia mengabdi di sekolah milik pemerintah, namun nasibnya tidak kunjung membaik. Gajinya tiap bulan hanya berkisar Rp 300.000-Rp 500.000.
"Ya, seperti yang disampaikan teman-teman tadi. Pastinya tidak manusiawi. Kalaupun ada tunjangan, itu juga tidak pasti dapat. Turunnya juga tidak pasti," ujar Samiyati ditemui seusai aksi demonstrasi.
Dengan gaji minim, Samiyati harus menghidupi 3 anaknya dengan kondisi perekonomian yang serba terbatas.
Ditambah penghasilan suaminya sebagai pekerja serabutan, tak mampu menjadikan kehidupan keluarganya menjadi layak.
"Beberapa kali menggadaikan motor waktu anak sakit untuk biaya berobat, bahkan sering (gadaikan motor). Kadang-kadang (menggadaikan motor) saat anak butuh biaya sekolah," tutur Samiyati.
Sepatu Usang Motor yang kerapkali digadaikan Samiyati, merupakan satu-satunya sarana yang dia miliki untuk ke Sekolah. Jarak dari rumah Samiyati ke SDN Pulosari 1 Bareng Jombang, sejauh 2 kilometer.
"Kalau (motor) sudah digadaikan, ke sekolah jalan kaki. Mau bagaimana lagi, karena tugas mengajar, harus tetap berangkat meskipun dengan jalan kaki," beber Samiyati.