TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid menilai bahwa penundaan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak ( BBM) jenis premium satu jam setelah adanya instruksi kenaikan karena kordinasi yang lemah di pemerintah.
Selain itu juga menandakan bahwa komunikasi antar lembaga dalam mengeluarkan kebijakan untuk rakyat tidak berjalan.
"Jadi menurut saya sekali lagi Pak Menteri menaikkan, Pak Presiden memerintahkan menurunkan dalam waktu satu jam menandakan koordinasi yang lemah di internal kabinet dan itu harusnya tidak terjadi," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (11/10/2018).
Kordinasi yang lemah sehingga menyebabkan pemerintah plin-plan tersebut menurut Hidayat, telah membuat masyarakat gamang.
Selain itu penundaan kenaikan harga premium tersebut terkesan hanya merupakan pencitraan. Dengan penundaan tersebut, pemerintah seakan-akan berpihak pada rakyat karena daya belinya sedang menurun.
"Ya masyarakat bisa menilai ya, tapi dari situ unsur pencitraan itu kuat juga tidak bisa dihindarkan, karena dengan mudah dapat disimpulkan bahwa beliau akan mengambil poin berpihak pada kepentingan rakyat, untuk kemudian menyelamatkan rakyat dari kesusahan akibat dari kenaikan BBM, dan lain sebagainya," katanya.
Menurutnya miss koordinasi dan pencitraan yang dilakukan pemerintah tersebut sebaiknya tidak terulang. Masyarakat kata Hidayat saat ini sedang kesusahan dengan kondisi ekonomi yang terus melemah dan bencana di mana-mana.
"Jadi menurut saya sekali lagi, ini dua hal yang tidak pantas untuk kemudian berlaku dalam kondisi masyarakat yang diakui ekonominya melemah, daya beli turun melemah dan gempa yang terus terjadi di Indonesia," katanya.
Meskipun demikian Hidayat ikut senang pemerintah membatalkan kenaikan harga Premium. Masyarakat menjadi tidak semakin terbebani dengan biaya hidup yang semakin mahal. Hanya saja Hidayat menyarankan kepedulian pemerintah terhadap kondisi masyarakat tidak hanya diwujudkan dengan penundaan kenaikan harga Premium. Melainkan juga dengan penghematan dalam penyelenggara pertemuan tahunan lembaga monter IMF-World Bank di Bali.
"Terutama dalam konteks IMF karena penyelenggaraanya hanya berdampingan dengan Lombok. Ratusan miliar pemerintah bisa menyiapkan dana dan digelontorkan untuk sidang tahunan IMF, tapi bahan janji-janji kepada korban gempa sampai hari ini belum terlaksana sebagaimana semestinya, Rp50 juta pun belum," katanya.