TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Kebumen yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2016, senilai Rp100 miliar oleh KPK.
Dalam kasus ini, Taufik diduga membantu bupati nonaktif Kebumen Yahya Fuad dalam pengurusan DAK Kabupaten Kebumen itu.
Dia diduga menerima fee sekitar Rp3,65 miliar.
"KPK tetapkan TK (Taufik Kurniawan), wakil ketua DPR, sebagai tersangka. TK yang merupakan wakil ketua DPR diduga menerima hadiah atau janji sekitar Rp 3,65 miliar," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Selasa (30/10/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca: Diduga Dapat Fee Rp 3,65 M, Wakil ketua DPR Taufik Kurniawan Resmi Jadi Tersangka
Bupati Yaya Fuad mendekati Taufik Kurniawan, yang merupakan wakil rakyat dari Dapil Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen.
Diungkap Basaria, pertemuan dan penyerahan uang dilakukan di sejumlah hotel di Semarang dan Jogya. Teridentifikasi penggunaan kamar hotel dengan connecting door.
"Rencana penyerahan ke 3 gagal dilakukan karena pihak terkait saat itu di Operasi Tangkap Tangan KPK. Sandi yang diguanakan yang mengacu pada nilai uang Rp 1 miliar atau satu ton," terang Basaria.
Baca: Marahi Pemilik Akun Diduga Hina Agama, Deddy Corbuzier: Jangan Pikir Anda Bisa Bebas!
Atas perbuatan tersebut Taufik disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Awal September 2018 lalu, Taufik sempat diminta keterangannya terkait pengembangan kasus dugaan suap proyek yang bersumber dari DAK pada APBN 2016, senilai Rp100 miliar.
Namun, dia enggan membeberkan materi pemeriksaan.
Selain Taufik, KPK juga menetapkan Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo periode 2014-2019 sebagai tersangka suap.
Cipto diduga menerima suap sebesar Rp50 juta terkait pengesahan atau pembahasan APBD Kabupaten Kebumen tahun anggaran 2015-2016.
Atas perbuatannya itu, Cipto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP