TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan orang memakai pakaian serba putih, berkumpul di depan Kantor Mahkamah Agung, Jumat (30/11/2018) siang.
Membentangkan spanduk meminta agar First Travel bertanggung jawab, massa yang didominasi dari kaum perempuan itu, tidak segan berteriak agar cepat diberangkatkan menuju Tanah Suci untuk menjalankan ibadah umrah, sebagaimana yang telah dijanjikan perusahaan perjalanan milik Andika Surachman tersebut.
"Kami hanya ingin berangkat, ya Allah. Kami ingin menunaikan ibadah sebagai seorang muslim," seorang ibu dari kerumunan berucap keras sembari menengadahkan tangannya.
Seorang ibu lainnya berteriak lantang dan meminta agar First Travel memberangkatkan ia bersama keluarga dan korban kasus First Travel lainnya, meski si pemilik sudah mendekam di penjara untuk 20 tahun masa hukuman.
"Tidak mau tahu lah. Saya maunya berangkat," ucapnya.
Seorang pria asal Bekasi, Sugi menceritakan, sudah habis Rp 72 juta untuk memberangkatkan empat orang anggota keluarganya ke Tanah Suci melalui First Travel.
Namun, tidak juga ada satu omongan yang dapat dipercaya dari pihak manapun mengenai keberangkatan mereka.
"Saya hanya mau berjuang demi hak saya dan keluarga," tegasnya.
Seorang pria lainnya, Sofyan mengaku menahan rasa malu ketika banyak tetangga menanyakan hal yang sama.
Baca: Wali Kota Subulussalam Merah Sakti Menangis dan Minta Maaf di Rapat Paripurna DPRK
"Kapan berangkat, Pak?", "Kok belum berangkat, Pak?" atau membandingkan dengan travel lain.
"Jujur saya malu. Saya diam tidak mau bilang kalau saya korban First Travel. Saya masih memiliki harapan untuk berangkat," ucapnya.
Pengacara korban penipuan First Travel, Rizky menjelaskan bahwa kedatangannya bersama para korban ke Mahkamah Agung, tidak lain untuk meminta agar Mahkamah dapat mempertegas frasa "aset disita negara" dalam putusan kasasinya nanti.
Pasalnya, frasa tersebut diartikan oleh korban, tidak akan kembali kepada mereka.
"Kalau 'disita negara', artinya korban ini tetap tidak berangkat. Maunya kami, aset milik First Travel dikembalikan kepada korban dan atau dikelola kembali oleh First Travel cabang Surabaya sebagai bentuk pertanggungjawaban. Bukan disita negara, kecuali kalau negara mau membiayai para korban berangkat," tegas Rizky.