"Permintaan mereka sederhana kok. Kembalikan uangnya atau memberangkatkan, tanpa perlu ada dana tambahan lagi. Sudah itu saja," lanjut dia.
Humas Mahkamah Agung, Abdullah yang sempat ditemui korban dan pengacara, menjelaskan bahwa beberapa aset dalam putusan yang disita oleh negara berupa pakaian dan kunci apartemen, serta aksesoris lainnya.
Baca: Mengenal Ratu Munawaroh, Ibu Tiri Zumi Zola yang Setia Mendampingi Hingga Zulkifli Nurdin Berpulang
"Beberapa yang disita itu, kunci apartemen, kemeja, celana panjang, ikat pinggang, ponsel milik terpidana. Itu beberapa saja yang saya lihat sekilas. Belum tahu kalau yang lain," imbuhnya.
Ia menjelaskan, terdapat dua putusan dari kasus First Travel yang diterima.
Satu mengenai kasus pidana yang diajukan untuk tahap kasasi, satu lagi mengenai kasus perdata dengan putusan "sepakat berdamai".
Abdullah enggan berbicara banyak mengenai kasus pidana yang sedang dalam proses pengajuan permohonan ke MA.
Namun, dirinya juga meminta agar para korban dan kuasa hukum untuk berjuang atas putusan pengadilan perdata.
"Ini kan sudah ada putusan sepakat untuk berdamai dari dua belah pihak di PKPU, ini juga harus diperjuangkan. Kalau untuk pidananya, saya juga belum tahu karena belum ada berkas permohonannya," kata dia.
Dana Jemaah Diduga Mengalir ke Pilkada
Pengacara korban penipuan First Travel, Rizky menduga dana eamaah yang sudah terkumpul di perusahaan tersebut dipakai untuk pencalonan di Pilkada.
Baca: Dua Pengunjung Cafe di Tanrutedong Sidrap Tewas Usai Menenggak Miras dan Pil Koplo
Beberapa alasan menjadi penguat dirinya menyatakan hal itu.
Pertama, kata dia, pada pertengahan 2017, pemilik tiga perusahaan perjalanan haji dan umrah bertemu di suatu rumah makan.
Di sana, Andika sebagai pemilik First Travel mengatakan, tiga perusahaan itu akan dimatikan.
"Andika sendiri yang ngomong bahwa ada tangan besar yang akan mematikan tiga perusahaan besar ini," ungkapnya.
Kedua, sama sekali tidak ada data pasti korban penipuan First Travel.