Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyesalkan langkah Jokowi memberikan grasi terhadap I Nyoman Susrama. AJI menilai pemberian grasi ini sebagai langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.
"Pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat," kata Ketua AJI Denpasar Nandhang R Astika.
Nandhang menjelaskan, pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa tahun 2010 silam menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia.
Sebab, sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.
Karena itu, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap.
AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam.
Baca: KBRI Wellington Dorong Kopi Nusantara Jadi Single Origin di Selandia Baru
"Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali," kata Nandhang.
Nandhang menegaskan, meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi sesuai diatur UU Nomor 22 Tahun 2002 dan perubahanya dalam UU Nomor 5 Tahun 2010, seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkumham RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi itu diberikan.
"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gde Bagus Narendra Prabangsa untuk dicabut atau dianulir," kata Nandhang.
Karena pemberitaan
Kasus pembunuhan Prabangsa ini berhasil diungkap polisi meskipun para pelaku telah berupaya keras menghilangkan jejak.
Eksekusi terhadap korban dilakukan di rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli, sekitar pukul 16.30 hingga 22.30 Wita, pada 11 Februari 2009. Susrama menjadi aktor intelektual dalam kasus pembunuhan terhadap Prabangsa ini.
Pembunuhan diduga terkait pemberitaan kasus dugaan penyimpangan proyek di dinas pendidikan dalam pembangunan sekolah TK Internasional di Bangli.
Baca: Empat Tahun Jokowi-JK, Utang Pemerintah Indonesia Membengkak 40,96 Persen Jadi Rp 4.418,3 Triliun
Susrama memerintahkan dua anak buahnya untuk menghabisi korban di belakang rumahnya. Mayat korban kemudian dibuang di tengah laut Padangbai, Klungkung.
Mayatnya kemudian ditemukan mengambang di laut Padangbai, Klungkung, pada 16 Februari 2009 dalam kondisi mengenaskan.
Laporan: Ihsanuddin
Artikel ini tayang sebelumnya di Kompas.com dengan judul: Pejabat Istana Saling Lempar soal Grasi Jokowi untuk Pembunuh Wartawan