Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Forensik Akustik dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Dhany Arifianto, mengaku tidak dapat memastikan originalitas rekaman penyidik KPK.
Dia hanya sebatas menganalisa rekaman dan tidak mengetahui sumber suara dari rekaman penyidik KPK.
Sehingga, dia tidak mengetahui sumber suara tersebut.
Hanya saja tertera nama Lucas dan Eddy Sindoro di dokumen yang diberikan.
Baca: Formappi Apresiasi Langkah KPU Umumkan Caleg Mantan Napi Koruptor
Pernyataan itu disampaikan Dhany Arifianto saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli di sidang lanjutan terdakwa Lucas yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (31/1/2019).
"Tetapi itu dari sudah dari yang lain saya tidak tahu karena itu di amplop tersegel, itu saja. Saya tidak sampai sana. Saya hanya terima data dari KPK saja," kata dia, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (31/1/2019).
Sementara itu, terdakwa Lucas, menegaskan saksi ahli tidak bisa memastikan keakuratan rekaman suara yang diputar Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK di persidangan.
Baca: Ketika Sandiaga Uno Bernyanyi Lagu Dewa 19 untuk Ahmad Dhani
Dia menilai, ahli mengaku tidak dapat memastikan 100 persen itu suara siapa. Dia menuding bisa saja rekaman suara itu hasil rekayasa.
Sebab, kata dia, ahli tidak menguji khasnya.
Apalagi, jika rekaman suara percakapan yang diputar jaksa sudah diedit atau dipotong-potong.
"Khasnya itu DNA dan diuji dari suatu file tak bisa dipastikan, konten pembicaraan dia tidak tahu. Saya kira keterangan ahli tidak meyakinkan dan tidak masuk sebagai alat bukti, konten tidak kena, asal usul tidak kena dan dia sendiri tidak meyakini 100 persen," tambahnya.
Seperti diketahui, Lucas didakwa menghalangi proses penyidikan KPK terhadap tersangka mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro. Lucas diduga membantu pelarian Eddy ke luar negeri.
Baca: BREAKING NEWS: Mantan Kapolri Awaluddin Djamin Tutup Usia
Selain itu, Lucas mengupayakan supaya Eddy masuk dan keluar wilayah Indonesia, tanpa pemeriksaan petugas Imigrasi. Hal itu dilakukan supaya Eddy tidak diproses secara hukum oleh KPK.