TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang meyakini kepolisian mampu mengungkap pelaku dugaan penganiayaan dua penyelidik KPK di Hotel Borobudur Jakarta meski kamera CCTV hotel dikabarkan rusak saat kejadian.
"Konon katanya rusak pada saat kejadian lalu diformat hardisknya, kemudian on (hidup) lagi setelah kejadian penganiayaan," kata Saut kepada wartawan, Senin (4/2/2019).
Saut meyakini rusaknya kamera CCTV tidak banyak berpengaruh terhadap penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian. Sebab, kasus tersebut terbilang sederhana.
"Kasus di hotel Borobudur ini lebih sederhana, pasti terungkap karena pelakunya jelas, walau CCTV hotel itu tidak membantu," ujarnya.
Saut berharap kepolisian segera menaikkan status penanganan kasus ini ke penyidikan.
Ia berharap upaya kerja sama yang baik antara tim dari Polri dan biro hukum KPK dapat membantu pengusutan kasus ini.
Sebelimnya dua penyelidik KPK yang tengah melaksanakan tugas pengintaian di Hotel Borobudur Jakarta disergap dan dianiaya oleh beberapa orang pada Sabtu (2/2/2019) malam.
Keduanya diduga dianiaya setelah kedapatan memotret kegiatan sejumlah pejabat dari Papua, seperti Gubernur Papua Lukas Enembe, usai mengikuti rapat evaluasi APBD Papua antara Pemprov Papua, DPRD Papua bersama Kementerian Dalam Negeri RI.
Kedua penyelidik tetap dianiaya meski telah menunjukkan kartu identitas sebagai pegawai KPK yang tengah melaksanakan tugas.
Bahkan, peralatan kamera dan percakapan di telepon genggam kedua penyelidik turut diperiksa.
Baca: KPK Harap Polda Metro Jaya Bekerja Maksimal Tuntaskan Kasus Penganiayaan Dua Penyelidik KPK
Akibat kejadian itu, pihak KPK menyatakan seorang penyelidiknya mengalami luka serius, yakni retak di hidung dan luka sobekan di wajah.
Penyelidik tersebut telah mendapat perawatan pihak medis. Sementara, seorang penyelidik lainnya diintimidasi.
Saut menegaskan, kedua penyelidik KPK yang dianiaya itu berada di lokasi kejadian karena ditugaskan untuk mengecek informasi masyarakat tentang adanya indikasi korupsi.
Biro Hukum KPK telah melaporkan kasus penganiayaan tersebut ke Polda Metro Jaya, Jakarta, pada Minggu siang.
Dan kasus tersebut ditangani oleh Direktorat Kejahatan dan Kekerasan Kriminal Umum (Jatantras Krimum) Polda Metro Jaya.
"Saat ini korban sudah bisa berkomunikasi, namun pemeriksaan kemungkinan akan ditunda karena masih ada penindakan medis," kata Saut.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemukulan terhadap penyelidik KPK tersebut diduga kuat dilakukan secara sengaja.
Sebab, keduanya tetap dianiaya meski telah mengatakan ada perintah dari pimpinan ke lokasi tersebut.
"Pemukulan terjadi di suatu tempat masih di area hotel. Secara sadar si pemukul tahu siapa yang dipukul. Pegawai kami sudah mengatakan dari KPK," ujar Febri.
Selain itu, lanjut Febri, penyelidik KPK yang dianiaya telah menjalankan standar prosedur sebuah proses penyelidikan.
Pihaknya menduga, pihak Pemprov Papua telah memperoleh informasi sebelumnya tentang adanya kegiatan petugas KPK di hotel tersebut.
"Kami menduga sudah ada yang mengetahui, karena identitas melekat kepada mereka," ujarnya.
Sementara itu, atas kejadian ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak KPK mengkaji ulang SOP proses investigasi kasus.
KPK perlu mempertimbangkan kemungkinan informasi yang bocor hingga identitas pegawai tersebut terungkap dan mengalami dugaan penganiayaan.
"Kejadian kemarin membuat KPK perlu melakukan audit atas proses penyelidikan sebuah kasus yang sedang ditangani, apakah karena ada kebocoran informasi atau karena SOP yang tidak berjalan sesuai skenario," kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo.
Adnan menyebutkan, tugas menyamar atau undercover memang dibayang-bayangi risiko besar.
Ia menilai, KPK perlu membuat mekanisme pencegahan agar pegawai yang bertugas tidak terancam keselamatannya.
Pihak Polda Metro Jaya membenarkan adanya laporan tersebut.
Saat ini, mereka masih melakukan penyelidikan kasus tersebut, termasuk mengumpulkan alat bukti adan meminta visum kedua penyelidik KPK yang menjadi korban.
Namun, setelah dua hari kasus tersebut dilaporkan, pihak Polda Metro Jaya belum dapat mengidentifikasi para pelaku.
"Orangnya (pelaku) belum kita ketahui. Masih lidik ya," kata Argo.
Selain itu, Argo menegaskan korban dalam kasus pengianyaan ini adalah satu orang penyelidik KPK meski saat kejadian terdapat dua penyelidik KPK.
"Jadi korban satu," kata dia.
Jerat Pelaku Halangi Penyidikan
Pihak KPK tengah menganalisis dan mempertimbangkan kasus penganiayaan penyelidiknya ini.
Tidak menutup kemungkinan para pelaku akan dijerat dengan pasal merintangi penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tipikor.
Pimpinan KPK Saut Situmorang mengatakan, rencana pengenaan Pasal 21 itu muncul setelah dirinya menerima masukan dari masyarakat.
"Soal adanya tanggapan publik apakah pemukulan itu masuk katagori yang bisa KPK kenakan menghalangi kerja-kerja KPK dikaitkan dengan pasal 21 UU 31 tentang Tipikor, nanti KPK pelajari lebih dahulu," kata Saut kepada wartawan, Senin (4/2/2019).
Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tipikor berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000."
Selain itu, kejadian penganiayaan terhadap penyelidiknya ini membuat pihak KPK makin yakin untuk membentuk biro khusus pengamanan internal.
Saat ini, pimpinan KPK telah menyusun rencana kerja yang lebih rinci terkait mitigasi risiko pengamanan, termasuk penguatan kelembagaan.
"Ini artinya bisa berbentuk biro atau unit, concern memperhatikan penguatan pengamanan tidak hanya fisik tapi juga data dan informasi termasuk aset KPK," ujar Febri.
Febri juga menegaskan, kejadian yang menimpa kedua penyelidik KPK yang tengah menjalankan tugas ini tidak akan mengendurkan upaya pemberantasan korupsi.
Oleh karena itu, pihaknya tetap akan melanjutkan proses penyelidikan indikasi tipikor yang sebelumnya telah dilaporkan oleh masyarakat. (tribun network/ilham fajar/kompas.com)