"Walaupun mesti tertinggal dua semester," paparnya.
Untuk diketahui, 13 taruna dinilai Mahkamah Agung bertanggung jawab atas penganiyaan yang menewaskan taruna tingkat II bernama Muhammad Adam pada 18 Mei 2017 silam.
Muhammad Adam tewas seusai dianiaya di sebuah gudang.
Ia meninggal karena ada luka di dada yang menyebabkan sesak nafas dan akhirnya tidak mendapat oksigen.
Satu pelaku yang diduga melakukan pemukulan langsung dipecat.
Sementara 13 pelaku lainnya menjalani sejumlah persidangan hingga akhirnya muncul putusan kasasi Mahkamah Agung.
Setelah ada putusan kasasi Mahkamah Agung, Gubernur Akpol Inspektur Jenderal Rycko Amelza Dahniel menggelar Sidang Dewan Akademik pada Senin (11/2/2019).
Sidang berlangsung mulai pukul 13.00 WIB hingga 23.30 WIB.
Hasilnya, MB, GJN, GCM, RLW, JEDP, RAP, IZPR, PDS, AKU, CAEW, RK, EA, dan HA diputuskan diberhentikan secara tidak hormat.
Sebelumnya, mereka semua sudah dikenakan tindak pidana dengan variasi hukuman yang berbeda sesuai peran masing-masing.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyambut baik keputusan tegas terkait nasib 13 taruna akpol yang terlibat penganiayaan.
Sebab, selama ini penanganan kasus penganiayaan di Akpol itu sering tertutup.
"Sikap tegas ini sebuah kemajuan. Selama ini penanganan kasus di Akpol cenderung tertutup. Baru kali ini penanganan kasus di Akpol sangat transparan," tutur Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, Selasa (12/2/2019) kemarin.
Neta mengatakan, dari 13 taruna tersebut, terdapat dua anak jenderal, tujuh anak kombes dan empat anak warga sipil sehingga ia mengapresiasi ketegasan Polri dalam mengambil keputusan itu.