TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerhati Kebijakan Publik, Ferdinand Saragih mengajak masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mengawal penyelesaikan perkara pembobolan deposito MKBD (Modal Kerja Bersih Disesuaikan) PT Yulie Sekuritas Indonesia Tbk (Yule).
Ferdinand menyampaikan hal itu, Rabu (20/2/2019) menanggapi pemberitaan seputar perkara pembobolan deposito MKBD PT Yule.
Untuk diketahui, perkara pembobolan deposito PT Yule saat ini sudah berproses di Kejaksaan Agung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Mukri menyatakan sudah menerima penyerahan tiga tersangka dalam kasus pembobolan deposito PT Yule yakni Luciana (mantan Direktur Utama Yule), Johnlin Yuwono (mantan komisaris Yule), dan Jonathan Yuwono (Direktur PT. Jeje Yutrindo Utama/mantan Pemegang Saham Pengendali Yule).
“Kami masih susun surat dakwaan dan InsyaAllah minggu ini dilimpahkan ke pengadilan,” kata Mukri saat dikonfirmasi wartawan, kemarin.
Mukri juga mengatakan seluruh pasal yang dituduhkan kepada tiga tersangka dalam perkara ini sudah terpenuhi sehingga dinyatakan P21.
Lebih lanjut, Ferdinand mengungkapkan perkara tersebut mendapat perhatian sekaligus patut dipertanyakan.
“Apakah mungkin Kejaksaan Agung (Kejagung) menerbitkan SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntuntan) atas perkara pembobolan deposito MKBD, yang belakangan ini sempat ramai diberitakan di berbagai media? Bukankah penyerahan berkas perkara dan titipan tahanan atas nama tersangka Jonanthan Yuwono, John Lin Yuwono dan Luciana oleh Bareskrim Polri setelah sebelumnya Kejagung menyatakan berkas perkara sudah lengkap (P21),” kata Ferdinand.
Menurut Ferdinand, berbagai laporan media menyebutkan para tersangka diduga, pertama, melanggar Peraturan Bapepam V.D.7 Pasal 2 huruf g, diperbaharui dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 72/POJK.04/2017. Intinya, MKBD tidak boleh dijadikan jaminan utang.
Kedua, pidana pasar modal (pasal 90, pasal 104, dan pasal 107 UU Pasar Modal), Ketiga, pidana perbankan (pasal 49 ayat (2) huruf b _juncto pasal 51 ayat (1) juncto pasal 2 dan pasal 9 ayat (2) UU Perbankan), dan _Keempat, penipuan dan penggelapan (pasal 378, pasal 372 KUHP).
Jika ada pihak mengatakan bahwa tidak terdapat cukup bukti yang kuat tapi faktanya perkara sudah P21. Dan pembobolan deposito MKBD bukan tindak pidana, tapi faktanya perkara sudah memenuhi pasal 263, 378, 372 dan pasal lainnya.
“Bukankah juga pihak Kejagung menyatakan segara dilimpahkan ke pengadilan Jakarta Selatan, dan 6 Jaksa Penuntut lagi menyiapkan dakwaan kasus,” kata Ferdinand.
Jelas akibatnya, kata Ferdinand, jika terjadi pemaksaan berupa penghentian penuntutan (SKP2) ke Kejagung, akan menjadi skandal hukum terbesar di tahun politik 2019.
“Apakah dugaan fasilitas SKP2 ini menjadi petunjuk atas ajakan Petrus Selestinus (Koordinator TPDI) agar masyarakat mengawal perkara pembobolan deposito PT Yule, Tbk? Kita menunggu,” kata Ferdinand.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menyerahkan tiga orang tersangka dalam kasus pembobolan depostito MKDB PT Yulie Sekuritas Indonesia.
Menurut Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Pol Daniel Tahi Monang Silitonga, berkas perkara pembobolan deposito sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung pada Kamis (7/2) lalu.
Baca: Empat Pelaku Pembobolan ATM Antar Kota Jaringan Medan Ditembak Polisi
Menurutnya, peningkatan status perkara ini merupakan tindak lanjut pelaporan investor publik (pemegang saham baru Yule) kepada Bareskrim Polri, 9 Maret 2018.