TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Citra negatif malah akan diperoleh oposisi ketika menyalahkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus ditangkapnya Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief karena narkoba.
Demikian disampaikan pengamat politik Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Selasa (5/3/2019).
Hal itu untuk menanggapi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menilai Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief merupakan korban dari kegagalan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memberantas peredaran narkoba.
"Pernyataan seperti ini tak membantu apapun dan bagi siapapun. Jika dihubungkan dengan bagian dari memojokkan petahana, juga tak banyak gunanya. Alih-alih menjelaskan kelemahan petahana, sebaliknya hanya akan menambah citra tak elok oposisi," ujar Ray Rangkuti.
Dia mengingatkan, menarik semua hal sebagai masalah Presiden Jokowi bukanlah cara tepat untuk menaikkan citra dan keterpilihan capres.
Akan jauh lebih elegan, dia berpesan, jika oposisi mengaku kurang cermat, kurang perhatian lalu minta maaf kepada publik.
"Dari pada mencari salah dipihak orang lain yang jelas bisa dilihat tak ada keterkaitannya," tegasnya.
Andi Arief ditangkap di Hotel Peninsula, Jakarta Barat, Minggu (3/3/2019) malam, karena kasus dugaan penggunaan narkoba.
Baca: PHDI Imbau Umat Hindu Ramai-ramai Datang Ke TPS pada 17 April
Kepolisian melakukan penggerebekan setelah menerima informasi dari masyarakat.
Setelah dilakukan tes urin, Andi Arief dinyatakan positif menggunakan sabu.
Saat ini, status Andi Arief masih sebagai terperiksa. Iqbal mengatakan, aparat kepolisian memiliki waktu 3 x 24 jam untuk menentukan status Andi Arief.
"Ya kan kita ada mekanisme, ada lex spesialis, di dalam proses penegakan hukum di narkoba ini. 3 x 24 jam," kata dia.
Kepolisian masih menduga bahwa Wakil Sekjen Partai Demokrat itu sebagai pengguna narkoba jenis sabu. Aparat belum menemukan bukti bahwa Andi terlibat peredaran narkoba.
Penyidik masih menyelidiki lebih dalam apakah dipastikan Andi Arief hanya sebagai pengguna.