Dalam percakapan tersebut, Ratna mengajak Nanik menghadiri jumpa pers yang digelarnya.
Dalam Jumpa pers yang digelar 3 Oktober 2018 tersebut, Ratna menyebut akan mengakui bahwa dirinya berbohong telah menjadi korban penganiayaan.
Baca: Tangisan Hakim Tipikor Medan Merry Purba saat Jaksa KPK Menuntutnya 9 Tahun Penjara
Namun, Nanik enggan datang sendirian dalam jumpa pers tersebut.
"Mbak, saya cari teman dulu, takut juga ini," kata Saji membacakan pesan Nanik ke Ratna.
Dalam percakapan tersebut, Nanik mengajak Ratna Sarumpaet agar pertemuan dilakukan di luar saja.
"Mbak, sebaiknya bertemu di luar saja. Lalu Ratna share loc, setelah lokasi itu dilakukan penelusuran, lokasinya di Jalan Kampung Melayu Kecil, Tebet, Jakarta Selatan," ujar Saji Purwanto.
Lokasi tersebut merupakan kediaman Ratna Sarumpaet, lokasi jumpa pers digelar.
Ditemui wartawan di sela persidangan, Ratna menilai pendapat ahli bahasa yang dihadirkan JPU, Dr Wahyu Wibowo, agak ngawur.
Ratna menilai Wahyu agak ngawur karena Wahyu mengindahkan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan hanya berputar-putar terkait konteks.
"Kalau yang (ahli) bahasa agak ngawur. Saya malah ragu dia ahli bahasa apa bukan? Karena dia selalu berputar-putar di konteks. Dia bahkan mengabaikan kamus besar (Bahasa Indonesia)," kata Ratna.
Sedangkan terkait ahli digital forensik yang dihadirkan oleh JPU, Saji Purwanto, ia menilai ahli tersebut tidak perlu dihadirkan dalam persidangannya karena menurut Ratna tidak ada pertanyaan yang diajukan kepadanya.
"Saya juga tidak tahu kenapa dia ada di sini. Dari tadi sih tidak ada pertanyaan yang diajukan ke dia. Menurut saya tidak perlu banget," kata Ratna.
Pada sidang sebelumnya, jaksa mendakwa Ratna Sarumpaet telah membuat kegaduhan akibat menyebarkan berita bohong atau hoaks bahwa dirinya dianiaya sekelompok orang di sekitar Bandara Husein Sastranegara Bandung pada 21 September 2018.
Ibunda aktris Atiqah Hasiholan itu juga didakwa menyebarkan kebohongan yang menimbulkan keonaran sebagaimana Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua berupa menyebarkan informasi bohong media elektronik sosial sebagaimana Pasal 28 ayat (2) juncto 45A ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).