Yakni, Salat berjamaah, berdoa dan membentangkan spanduk berisi tuntutan diskualifikasi pasangan calon nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf Amin oleh KPU.
Persebaran massa akan berada di sepanjang Jalan Thamrin depan kantor Bawaslu RI dan Bundaran HI. Beberapa titik lainnya, akan diumumkan menjelang aksi.
Mengenai jumlah massa yang akan hadir di Jakarta, Yani mengatakan, tidak banyak berbeda dengan Aksi 212.
"Kalau yang 20 Mei itu paling hanya puluhan ribu saja. Nanti 21-22 Mei itu, kurang lebih sama seperti 212," ucap dia.
Hal senada juga dijelaskan oleh Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Siti Hediyati Hariyadi atau Titiek Soeharto yang menjelaskan rangkaian aksi itu tidak akan berjalan anarkis.
Pasalnya, mereka hanya akan duduk-duduk saja, mengingat selama ini mereka telah berteriak mengenai kecurangan, tetapi tidak pernah direspon.
"Kita tanpa kekerasan, paling hanya duduk-duduk saja. Kita sudah menyuarakan itu, tapi kok diam saja? Makanya, ini bentuk dari protes kami," jelas putri Presiden Soeharto itu.
Politikus Partai Berkarya tersebut juga meyakini, aksi akan tetap berjalan damai selama tiga hari. Dengan syarat, aparat keamanan tidak bertindak represif.
"Insya Allah damai. Kecuali, kalau disana kita ditimpuki gas, ditembaki gas air mata. Kita rakyat yang ingin memperjuangkan, tapi justru ditembak-tembaki, dizalimi, tentunya rakyat yang akan bicara sendiri," imbuh dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Abdul Kadir Karding mengatakan, apabila BPN menolak hasil Pilpres, maka mereka juga mengakui kerja dari saksi-saksinya di TPS.
Penolakan itu, dinilai akan menjadi preseden buruk bagi pendidikan politik dalam tradisi di Indonesia.
"Mereka menafikkan kerja profesional yang dilakukan oleh KPU, KPPS, bahkan saksi mereka sendiri," tegas Karding.
Menurutnya, jika BPN menolak hasil Pilpres 2019, maka para elit parpol pendukung Prabowo-Sandi juga harus menolak hasil Pemilu Legislatif 2019 mengingat kedua pemilihan dilakukan secara serentak dengan penyelenggara dan saksi yang sama.
Terlebih, pengawasan terhadap hasil pileg lebih rumit ketimbang hasil pilpres.