TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pihaknya menemukan uang dengan jumlah total Rp 6 juta dari para provokator yang ditangkap karena melakukan aksi anarkis di depan gedung Bawaslu dan Asrama Brimob Petamburan.
Bahkan, saat diperiksa, provokator yang mayoritas adalah anak-anak muda ini mengaku dibayar untuk melakukan aksinya.
"Yang diamankan ini kita lihat, termasuk yang di depan Bawaslu, ditemukan di mereka amplop berisikan uang totalnya hampir Rp 6 juta, yang terpisah amplop-amplopnya. Mereka mengaku ada yang bayar," kata Tito dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/5/2019) sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal mengatakan, pihaknya menduga kericuhan yang terjadi setelah pembubaran aksi demonstrasi di depan gedung Bawaslu dipicu oleh massa bayaran.
Baca: Ulama FPI Bantu Polisi Halau Massa dari Luar Jakarta yang Bikin Rusuh di Flyover Slipi
Baca: Polisi Tegaskan Pihaknya Tak Dibekali Peluru Tajam, Sebut Ada Pihak Ketiga dalam Aksi 22 Mei
Sejumlah amplop berisi uang pun ditemukan dari massa yang diamankan.
"Ada juga massa yang masih simpan amplop, uangnya masih ada, dan kami sedang mendalami itu," ujar dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Iqbal memastikan bahwa demonstran yang sejak siang melakukan aksi di depan gedung Bawaslu sudah bubar sejak pukul 21.00 setelah menggelar shalat tarawih.
Namun, sebelum itu polisi menemukan ada 200 orang yang berkerumun di Jalan KS Tubun.
Massa ini diduga bukan demonstran di depan gedung Bawaslu.
Polisi pun menduga bahwa massa itu dipersiapkan untuk membuat kerusuhan tadi malam hingga pagi tadi.
"Bahwa peristiwa dini hari tadi adalah bukan massa spontan," ucap Iqbal.
Baca: Begini Respon Sandiaga Uno Saat Ditanya Wartawan Soal Aksi 22 Mei yang Berakhir Rusuh
Amplop berisi uang
Polisi menduga kericuhan yang terjadi pasca bubaran aksi demonstrasi di depan gedung Bawaslu dipicu oleh massa bayaran. Sejumlah amplop berisi uang pun ditemukan dari massa yang diamankan.
"Ada juga massa tersebut masih simpan amplop, uangnya msih ada, dan kami sedang mendalami itu,"ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Iqbal memastikan bahwa demonstran yang sejak siang melakukan aksi di depan gedung Bawaslu sudah bubar sejak pukul 21.00 setelah menggelar shalat tarawih.
Namun, sebelum itu, polisi menemukan ada 200 orang berkerumun di Jalan KS Tubun.
Massa ini diduga bukan demonstran di depan gedung Bawaslu.
Polisi pun menduga bahwa massa itu dipersiapkan untuk membuat kerusuhan tadi malam hingga pagi tadi.
"Bahwa peristiwa dini hari tadi, adalah bukan massa spontan, bukan mass spontan," ucap Iqbal.
Saat ini, polisi masih mendalami dari mana asal massa bayaran ini. Sejauh ini, polisi menduga mereka berasal dari luar Jakarta.
Pelakunya 3 Kelompok?
Pemerintah sebelumnya sudah mengidentifikasi ada kelompok yang memanfaatkan situasi dan membuat kacau saat rekapitulasi penghitungan Pemilu 2019 di KPU.
Kelompok pertama yakni para teroris yang bakal beraksi di 22 Mei, namun sudah lebih dulu diamankan oleh Densus 88 Mabes Polri.
Kelompok kedua ialah upaya penyelundupan senjata yang berhasil diendus oleh Intelijen.
Atas aksi ini, ada dua orang yang ditangkap.
Mereka yakni Purnawirawan TNI berpangkat Mayjen berinisial S yang juga mantan Danjen Kopasus serta seorang oknum berstatus militer aktif berpangkat Praka inisial BP.
Kini keduanya sedang menjalani proses hukum oleh penyidik Mabes Polri dan POM TNI atas dugaan penyelundupan senjata terkait aksi 22 Mei menyikapi rekapitulasi KPU dalam Pilpres 2019.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko di kantornya, Senin (20/5/2019) lalu sudah menyatakan motif penyelundupan senjata, terindikasi untuk menciptakan isu adanya penambak jitu (sniper).
Teranyar tiga orang berhasil diamankan berikut dua senjata laras panjang dan amunisinya sebagai barang bukti.
"Sebagai kelanjutan dari penangkapan senjata laras panjang yang pernah saya sampaikan. Saat ini juga telah ditangkap tiga orang sebagai aktornya," ujar Moeldoko, Rabu (22/5/2019) di kantornya.
Tiga orang yang diamankan itu yakni Asumardi yang bertugas mencari senjata, Helmy Kurniawan sebagai penjual senjata dan terakhir Irwansyah sebagai eksekutor.
"Eksekutor kepada siapa? Saya kira semua sudah tahu, pada pejabat yang sudah disiapkan sebagai sasaran. Ini saya sampaikan kepada publik agar publik paham tentang perkembangan situasi yang saya sampaikan. Agar tidak ada praduga," imbuhnya.
"Apa yang saya sampaikan sejak awal, telah terbukti bahwa ada sebuah upaya sistematis dari kelompok tertentu di luar kelompok teroris, dompleng pada situasi ini," tambah Moeldoko.
Terakhir Moeldoko berpesan agar masyarakat Indonesia paham dan tidak melibatkan diri dalam kerumunan massa.
Karena memang sejak jauh-jauh hari pemerintah sudah melihat ada upaya sistematis untuk membawa suasana ini menjadi tidak baik.
Dikonfirmasi apakah tiga orang yang ditangkap ini bagian dari Mayjen S?
Moeldoko menjawab ini berbeda kasus.
Dia meyakini dalam waktu dekat bakal ada aktor lainnya yang terungkap.
"Ini berbeda (dengan Mayjen S), ada lagi yang dibelakangnya. Sebentar lagi akan terungkap. Siapa dibelakang dua pucuk senjata sudah diketahui, tinggal tunggu waktu saja," singkatnya.