Dalam sehari diakui Fadlan, tokonya bisa menjual 15 hingga 30 potong batik di lapak online.
"Transaksi untuk Rabu lalu semua gagal karena saya tidak bisa melakukan komunikasi dengan pembeli melalui media sosial," terangnya.
Untuk berjaga-jaga, Fadlan mencoba memasang aplikasi pihak ketiga untuk mempermudahnya menembus pembatasan aktifitas media sosial.
"Untuk mengakali saya memasang aplikasi Virtual Private Network (VPN), aplikasi tersebut hanya untuk berjaga-jaga," paparnya.
Ia berharap hari ini semua media sosial bisa diakses kembali, agar pedagang batik bisa kembali melakukan promosi lewat media sosial.
"Jika down lagi sampai berhari-hari, perekonomian kami bisa lumpuh. Apalagi jelang Lebaran dan penjualan online hampir 70 persen menyangga perekonomian kami," ujarnya.
Sementara itu, Tina Rachmayanti (29), pedagang busana online asal Karangmalang Pekalongon Timur, mengaku lelah mencoba meng-upload foto maupun video dagangannya.
"Dari kemarin gagal terus, sekarang juga masih susah untuk meng-upload. Hampir semua media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram," kata Tina.
Wanita 29 tahun itu menambahkan, hari ini hanya bisa berkirim pesan lewat teks kepada para pelanggan.
"Saya menggunakan SMS untuk berkomunikasi dengan pelanggan, yang susah saat diminta mengirim foto baju karena foto maupun video tidak bisa terkirim," tambahnya.
Pedagang "Online" di Padang Mengeluh Omset Turun
Para pedagang online di Padang, Sumatera Barat, mulai mengeluhkan turunnya omset akibat dibatasinya penggunaan media sosial oleh pemerintah.
Padahal, konten foto dan video sangat dibutuhkan pedagang online untuk menawarkan barang dagangannya di media sosial.
"Iya, kami sangat mengeluh akibat tindakan pemerintah membatasi penggunaan konten foto dan video di media sosial. Ini sangat berpengaruh terhadap penjualan kami," kata Dewi, kepada Kompas.com, di Padang, Jumat (24/5/2019).