TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Mabes Polri menetapkan status tersangka terhadap mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong dan makar.
Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Jakarta, Senin (27/5/2019) malam.
"Sudah tersangka," kata Brigjen Dedi.
Kivlan sebelumnya telah diperiksa polisi sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Kuasa hukum Kivlan, Pitra Ramdhoni mengatakan, kliennya sudah mengklarifikasi kepada penyidik bahwa tidak ada niatan Kivlan untuk makar dalam unjuk rasa pada 9 Mei 2019.
Baca: Polisi Tetapkan Mayjen (Purn) Kivlan Zen Sebagai Tersangka Makar
Baca: Saran Hendropriyono untuk Kivlan Zen
Pitra pun menyebut laporan polisi yang menuding Kivlan hendak melakukan makar sebagai fitnah.
Kivlan dilaporkan oleh seseorang bernama Jalaludin asal Serang, Banten dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim.
Perkara yang dilaporkan adalah tindak pidana penyebaran berita bohong (hoaks) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 dan/atau Pasal 15 terhadap keamanan negara/makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 juncto Pasal 87 dan/atau Pasal 163 bis juncto Pasal 107.
Sosok Kivlan Zen
Jiwa kepemimpinan Kivlan Zen sudah diasah sejak kecil. Ketika masih pelajar, ia sempat bergabung dengan organisasi Pelajar Islam Indonesia pada 1962.
Tidak hanya itu, Kivlan juga aktif dalam Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (1).
Pada 1965 ketika memasuki bangku kuliah, ia juga tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Medan dan menjabat sebagai sekretaris.
Selain aktif di HMI, Kivlan juga aktif di Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).
Lulus dari Akademi Militer (Akmil) pada 1971, Kivlan Zen kemudian bergabung di Kesatuan Infanteri, Baret Hijau. Di sana karier Kivlan dimulai sebagai Komandan Peleton pada 1971.
Kariernya mulai merangkak ketika ia menjadi Ki-B Batalyon 753 hingga Danyon pada 1973. Kariernya semakin cemerlang ketika ia ditugaskan di Papua dan Timor Timur.
Ia berhasil meringkus pasukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 1974. Ketika bertugas di Timor Timur, ia juga dinilai berhasil sehingga mendapat kenaikan pangkat yang signifikan.
Pada 1990, Kivlan menjabat sebagai Kepala Staf Brigade Infanteri Linud 1/Cilodong/Kostrad (Kasdivif I Kostrad) dengan pangkat Kolonel.
Saat itu, ia kembali ditugaskan ke Filipina Selatan untuk membantu menyelesaikan konflik Moro di sana. Ia berangkat memimpin Kontingen Garuda XVII, Pasukan Konga 17.
Lagi-lagi ia berhasil menyelesaikan tugasnya dengan cemerlang. Kivlan berhasil membujuk pimpinan MNLF, Nur Misuari untuk menyudahi konflik tersebut.
Atas keberhasilannya itu, Kivlan diberikan penghargaan medali kehormatan dari Presiden Filipina saat itu, Fidel Ramos.
Pasca operasi itu, Kivlan juga ditunjuk sebagai pengawas gencatan senjata antara MNLF dengan Pemerintah Filipina.
Sepulang dari Filipina, Kivlan diangkat sebagai Kepala Staf Daerah Militer Militer VII/Wirabuana dengan pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
Ia kembali naik jabaran sebagai Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad dengan Pangkat Mayor Jenderal.
Adapun jabatan terakhirnya di militer adalah sebagai Kepala Staf Kostrad pada tahun 1998 saat Panglima Kostrad dijabat oleh Letjen Prabowo Subianto.
Kariernya terhenti tidak lama setelah Presiden Soeharto lengser. Saat itu, Prabowo Subianto dicopot dari jabatannya, sementara Kivlan dipindah ke Mabes TNI AD dan tidak lama ia pensiun.
Politik
Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen.(Kompas.com/SABRINA ASRIL)
Meski belum berafiliasi dengan partai manapun, Kivlan pernah mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden Indonesia periode 2009 – 2014.
Deklarasi itu dilakukannya di Gedung Museum Kebangkitan Nasional, bekas Gedung STOVIA di Jakarta pada 5 Juni 2008.
Dalam deklarasi itu, Kivlan bahkan berjanji akan menyejahterakan Indonesia dalam waktu hanya satu bulan saja. Targetnya, pertumbuhan Indonesia akan naik menjadi 15 persen.
Namun harapannya kandas ketika MK memutuskan hanya partai atau gabungan partai dengan perolehan suara 20 persen atau 25 persen suara sah nasional yang bisa mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Kivlan kemudian merapat ke kubu Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu berpasangan dengan Boediono.
Meski usia yang sudah menua, Kivlan terkenal vokal ketika mengkritisi pemerintah. Pada tahun 2017, Kivlan sempat dituduh melakukan dugaan makar, namun ia berkilah (2).
Di tahun 2019, namanya juga banyak menjadi bahan pembicaraan. Kivlan yang pada Pemilu 2019 itu merapatkan dirinya dengan kubu Prabowo Subianto banyak memberikan pernyataan dan tindakan yang kontroversial.
Pada 9 Mei 2019, Kivlan memimpin aksi di Gedung Bawaslu RI untuk melakukan pembelaan terhadap Eggi Sudjana yang ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan kasus makar.
Sehari berikutnya, giliran Gedung KPU yang digeruduk Kivlan dan massanya yang dinamai Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (Gerak) (3).
Penghargaan
S.L. Kesetiaan XXIV Tahun
S.L. Gom IX/Raksaka Dharma
S.L. Santi Dharma
S.L. Seroja
S.L. Dwija Sistha
Filipina Fridentialbath Okimedal Outstanding Achievement Medal
(TribunnewsWiki/Widi/Kompas.com)