TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah aktivis kepemudaan dan mahasiswa meminta semua pihak menjaga kondusitifitas, kemanan, dan ketertiban masyarakat pasca aksi 21-22 Mei 2019 beberapa waktu lalu di depan kantor Bawaslu RI, Jln. MH Thamrin, Jakarta.
Sementara terkait kerusuhan yang terjadi pada aksi tersebut, aparat dan pemerintah bertindak tegas menyikapi adanya fakta dan temuan skenario kerusuhan.
Tindakan tegas tersebut antara lain dengan mengungkap ke publik aktor intelektual termasuk para elite yang menjadi provokator sekaligus memberikan hukuman atas tindakan mengancam keamanan negara.
“Fakta dan temuan di lapangan sudah jelas ada skenario rapi dan terencana menciptakan kerusuhan di aksi 21-22 Mei 2019. Dan ini terjadi, beruntung bisa diredam dan diantisipasi tidak menjadi kerusuhan massal oleh aparat gabungan TNI-Polri,” ujar Bendahara Umum DPP KNPI, Twedy Novriadi dalam keterangan pers, Kamis (30/5/2019).
Menurut Twedy, aksi 21-22 Mei 2019 yang dilatarbelakangi dengan kepentingan elektoral pilpres 2019 sarat dengan upaya makar dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan melawan hukum.
Ia menyadari, dibalik gejolak politik yang terjadi saat ini, ada kepentingan besar yang berada di belakang kelompok tertentu.
Baca: Ruhut Sitompul Bahas Soal Pelaku Makar, Dahnil Anzar Bandingkan dengan Demo di Era Pemerintahan SBY
“Pasca pertarungan Pilpres 2019 ini bukanlah lagi pertarungan antara 01 dan 02, tapi sebenarnya ada kepentingan besar dibelakangnya,” tegas Mantan Ketua Umum GMNI itu.
Meski demikian, Twedy menekankan tidak akan ada gejolak politik yang mengkhawatirkan seperti peristiwa kerusuhan 1998 silam setelah aksi massa 22 Mei kemarin ini.
Ia pun mengakui, kelompok masyarakat di Aceh mulai kembali memanaskan isu referendum belakangan ini.
“Beberapa kelompok di Aceh berbicara soal referendum di Aceh, ini kan sangat berbahaya. Maka jangan sampai momentum lima tahunan ini menghancurkan bangsa Indonesia hanya karena kepentingan perorangan atau kepentingan kelompok. Tapi saya yakin, tidak aka nada gejolak yang mengkhawatirkan setelah aksi 22 Mei ini, Kita lihat saja,” tegasnya.
Aktivis Mahasiswa Ilmu Alquran Kampus PTIQ Jakarta, Ahmad Hariri mengatakan pihaknya sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada aksi 22 Mei 2019 yang dimaknai sebagai jalan jihad bagi beberapa pendukung fanatik paslon 02.
“Jihad apa aksi 22 Mei itu, wong yang dibela orang yang ingin jadi presiden sampai harus berhadap-hadapan antar sesama umat isalam di bulan puasa lagi, kita prihatin sekali,” katanya.
Baca: Universitas Western Sydney Luncurkan Hijab Untuk Mahasiswi Keperawatan
“Jadi marilah saya kira ramadan ini kita harus jadikan momentum sebagai bangsa menjadi lebih kuat, kita justru bersatu melawan para pihak yang berupaya melakukan gerakan-gerakan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” tambah mantan Ketua PMII Jakarta Selatan tersebut.
Ditempat yang sama, analis media dan politik, Syukron Jamal menilai aksi 21-22Mei 2019 merupakan ekspresi akumulasi frustasi atas hasil pilpres 2019 yang tidak sesuai harapan salah satu paslon dan para pendukungnnya yang sudah dengan beragam cara meraih simpati publik termasuk melalui politik identitas seperti halnya yang mereka lakukan di Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.