Bambang menuduh, Presiden Jokowi sebagai petahana setidaknya melakukan lima bentuk kecurangan selama pilpres.
Adapun lima tuduhan kecurangan itu adalah penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah, Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan Aparatur Negara, polisi dan intelijen, pembatasan kebebasan pers dan diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
Bambang mengklaim, kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu bersifat terstruktur, sistematis dan masif.
"Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia," kata Bambang.
Untuk memperkuat dalilnya itu, Bambang menyertakan tautan berita media massa online sebagai buktinya.
Terkait penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah misalnya, Bambang mencantumkan sebanyak 22 tautan berita.
Pada intinya, seluruh berita tersebut menyoroti tentang upaya pemerintah menaikkan gaji aparatur sipil negara, kenaikan dana kelurahan, pencairan dana bantuan sosial (Bansos), percepatan penerimaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan penyiapan skema Rumah DP 0 Persen untuk ASN, TNI dan Polri.
"Dengan sifatnya yang terstruktur, sistematis, masif tersebut, maka penyalahgunaan anggaran dan program kerja negara tersebut adalah modus lain money politics atau lebih tepatnya vote buying," ucap Bambang.
"Patut diduga dengan alur logika yang wajar, bertujuan untuk mempengaruhi penerima manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung dari program kerja tersebut, yang kebanyakan tidak lain adalah para pemilih dan keluarganya, agar lebih memilih Capres Paslon 01," tutur mantan Wakil Ketua KPK itu.(*)