Hal ini memunculkan kebiasaan tradisional balap perahu naga dan makan kue beras pada peringatan kematian Qu Yuan yang jatuh setiap hari ke-5 bulan 5 kalender lunar Cina.
Kebiasaan tersebut terus dilestarikan masyarakat Cina yang merantau ke Jakarta.
Pada Tahun 1910, Sungai-Sungai Cisadane mendangkal sehingga mereka berinisiatif memindahkannya ke Sungai Cisadane.
Pada Tahun 1938, dibuatlah sepasang Perahu Naga oleh Lim Tiang Hoat di daerah Kedaung Barat.
Namun, pada tahun 1942 di masa kedatangan Jepang, Perahu Naga tersebut dibakar Jepang.
Perayaan ini pun sempat terhenti sejak tahun 1965 atau pada saat pemerintahan Orde Baru (Presiden Soeharto) berkuasa.
Baru pada tahun 2000, saat reformasi bergulir Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang menghidupkan kembali tradisi Peh Cun hingga sekarang, yang dikemas dengan festival.
Tradisi ini terlebih dahulu dilakukan oleh pengurus Klenteng Boen Tek Bio dengan lomba tangkap bebek dan memandikan telur. Baru setelah itu dilakukan oleh Pemkot Tangerang yang membawa peserta profesional.
Sementara itu, Ketua Panitia Festival Peh Cun, Edy Kurniawan, menjelaskan, Peh Cun tahun ini mengangkat tema Kejujuran dan Kesetiaan yang Tak Lekang oleh Waktu.
Di mana salah satu rangkaian acaranya yaitu Festival Cabai.
Berbagai Cabai ditampilkan, mulai dari Cabai yang kecil hingga besar, Cabai lokal hingga internasional.
Tidak lupa juga, Cabai tersebut dijadikan salah satu perlombaan, yaitu lomba Uleg Sambal.
"Cabai memberikan simbol kejujuran lewat rasa. Ketika memakan cabai maka pedaslah yang dirasakan, tidak ada manis atau rasa lainnya," tutur Edy.
Edy mengungkapkan, selain lomba perahu, Festival Cabai, juga membaca puisi, kuliner khas Tionghoa, dan sebagainya.
Edy menyebut, Festival Peh Cun berpotensi menjadi wisata kelas dunia yang menari wisatawan mancanegara jika dikelola dengan baik.
Dalam kesempatan ini hadir juga Andy F Noya atau yang biasa dikenal Kick Andy serta Bens Leo salah satu pengamat musik.