Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) menyebut kebijakan sistem zonasi sekolah bertujuan untuk efisiensi.
Ia mengatakan sistem zonasi bisa menghemat sejumlah hal, mulai dari waktu tempuh hingga biaya menuju sekolah.
Namun, ia maklum jika banyak masyarakat yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut.
Karena sebagian masyarakat, kata dia, menginginkan anaknya menjalani pendidikan di sekolah favorit meskipun memiliki jarak yang jauh dari rumah.
Baca: Pelanggan Panti Pijat Kabur ke Atap Saat Digrebek Satpol PP, Meja Kasir Dipajang Foto Cewek Cantik
Baca: Kapolri: KPK Perlu Gandeng Institusi Lain untuk Memberantas Korupsi
Baca: Dahnil Berharap Masyarakat Pendukung Prabowo-Sandi Bisa Terima Putusan MK
"Zonasi itu bermakna mengefisiensikan orang, tetapi masyarakat kadang-kadang ingin anaknya sekolah favorit," ujar Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
Menurutnya, protes terkait sistem zonasi sekolah akan tetap ada selama masyarakat masih menginginkan putra putrinya menuntut ilmu di sekolah favorit.
Ia menjelaskan, pada umumnya mereka yang masuk ke sekolah favorit adalah calon siswa yang memenuhi kriteria tertentu, satu diantaranya memiliki nilai tinggi.
Sehingga, wajar jika para orangtua yang memiliki anak cerdas, menginginkan pendaftaran masuk sekolah tidak melalui sistem zonasi.
"Karena sekolah favorit itu memang akan terus ada, karena sekolah favorit katakanlah menerima 200 (tapi yang) mendaftar 1.000, artinya dipilih (calon siswa) terbaik," kata Jusuf Kalla.
Penjelasan Mendikbud
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy membantah pelaksanaan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menimbulkan masalah.
Ia mengatakan sistem zonasi menjadi solusi persoalan dunia pendidikan.
"Zonasi itu untuk menyelesaikan masalah infrastruktur dan ketidakmerataan guru," ujar Muhadjir Effendy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Muhadjir menambahkan, penerapan sistem zonasi membuat pemerintah lebih mengetahui persoalan sekolah di berbagai daerah secara lebih detail.
Baca: Mertua Bunuh Menantunya karena Kecewa Anak dan Cucunya Ditelantarkan
Baca: Kembali Disidang, Steve Emmanuel Akui Sudah Coba Pakai Narkoba Sejak Umur 18 Tahun
Baca: Mayat Wanita dengan Tangan Terikat di Legok Diduga Dihabisi Oleh Tunangannya Sendiri, Ini Motifnya
Baca: Ezechiel Cedera, Persib Bandung Disebut Alami Kerugian
"Zonasi ini untuk memperkecil istilahnya itu men-close up masalah. Karena kalau petanya nasional itu buram. Tapi kalau kita pecah-pecah ke zona-zona itu jadi lebih tajam, lebih luas," katanya.
Dalam pelaksanaannya, penerapan sistem zonasi tersebut telah mengundang masalah di sejumlah daerah.
Menanggapi itu, Mendikbud Muhadjir mengatakan ada daerah yang responsif untuk mengatasi permasalahan PPDB.
"Kenyataannya bahwa sebagian daerah tidak ada masalah, artinya berarti ada daerah yang cukup responsif tapi ada daerah yang mungkin persoalannya karena itu lebih kompleks maka solusinya juga tidak semudah dari daerah yang lain," jelasnya.
Kemudian, ia mengatakan berbagai persoalan sekolah di tiap zona akan ditindaklanjuti pemerintah.
Dengan sistem zonasi, menurutnya, akhirnya banyak diketahui daerah-daerah yang belum memiliki sekolah memadai atau tidak cukup menampung siswa dari zona tersebut.
"Setelah tahu masalah ini akan kita selesaikan per zona. Mulai dari ketidakmerataan peserta didik, kesenjangan guru, ketidakmerataan guru, jomplangnya sarpras antarsekolah," katanya.
Lebih lanjut, ia memastikan akan mengevaluasi penerapan sistem zonasi tahun 2019 ini.
Baca: MK: Surat Pemberitahuan Pembacaan Putusan Sengketa Hasil Pilpres Sudah Dikirim ke Pihak Berperkara
Baca: Gara-gara Syuting Film Stuber, Iko Uwais Masuk Rumah Sakit
Selanjutnya, hasil evaluasi akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau di evaluasi memang setiap saat pasti itu. Apa yang kita lakukan sekarang ini kan evaluasi tahun sebelumnya apalagi Bapak Presiden juga sudah menganjurkan untuk segera di evaluasi nanti setelah ini pasti akan segera kita evaluasi dan insyaAllah saya akan segera laporkan ke Bapak Presiden," katanya.
Diketahui, Sistem Zonasi mengharuskan para peserta didik menempuh pendidikan di sekolah yang terdekat dengan domisili setiap peserta didik.
Ini dilakukan dengan memperhatikan slot murid di setiap sekolah dan wilayah zonasinya.
Tetapi, sistem itu justru membuat masyarakat merasa tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya di sekolah tertentu.
Akibatnya, gelombang protes terus berdatangan dari wali murid.
Mereka tidak rela anaknya tidak bisa melanjutkan pendidikan di sekolah negeri karena hanya terbentur jarak.
Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo mendorong untuk dilakukannya evaluasi terhadap pelaksanaan pendaftaran peserta didik baru (PPDB) 2019 menggunakan sistem zonasi.
Hal itu dikatakan Bamsoet, panggilan akrabnya, merespons beberapa permasalahan yang hadir akibat sistem zonasi PPDB.
"Beberapa kali saya sudah komunikasi dengan beberapa pimpinan Komisi X, pimpinan komisi x mendorong evaluasi karena memang terdapat tujuan yang baik," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Bamsoet melanjutkan, awalnya sistem zonasi yang diterapkan untuk PPDB tahun ini bertujuan untuk memudahkan orang tua mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah yang diinginkan.
Namun, pada realitanya sistem ini justru mengundang banyak masalah.
Legislator Partai Golkar itu menegaskan tak boleh ada satupun orang tua atau murid yang dirugikan.
"Sistem ini memudahkan masyarakat untuk melakukan pendaftaran atau mencari sekolah tapi realita terjadi beberapa kekisruhan," tuturnya.
"Yang penting jangan sampai ada anak didik kita yang dirugikan karena sistem ini," imbuhnya.