News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Reaksi Yusril tentang Prabowo-Sandiaga Ajukan Permohonan Sengketa Pilpres ke MA

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Tim Hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra menghadiri sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres mengagendakan pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dan kejelasan pemohon dari tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN). Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM - Tim hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno mengajukan permohonan dugaan sengketa pelanggaran administrasi pemilu (PAP) ke Mahkamah Agung.

Pengajuan permohonan tersebut dilakukan pascaputusan Mahkamah Konstitusi tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa hasil Pilpres 2019.

Baca: Yusril Jadi Kuasa Hukum Tersangka Rencana Pembunuhan Pejabat Negara, Jokowi Sudah Diberi Tahu

Tim Hukum TKN Jokowi-Ma’ruf Amin dipimpin Yusril Ihza Mahendra memberi pernyataan pers di Posko TKN Jalan Cemara, Menteng, Jakpus, Jumat (28/6/2019). (Rizal Bomantama)

Diketahui, putusan Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan yang diajukan Pemohon, dalam hal ini Tim Hukum Prabowo-Sandiaga.

Pengajuan permohonan tersebut mendapat tanggapan dari Tim Hukum presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra.

Yusril Ihza Mahendra menilai ada kesalahan berpikir kuasa hukum pasangan Prabowo Subianto Sandiaga Uno terkait pengajuan sengketa pelanggaran administrasi pemilu (PAP) ke Mahkamah Agung (MA).

Pasalnya, permohonan agar MA memeriksa pelanggaran administrasi Pilpres 2019 yang dianggap terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) itu tidak diajukan lebih dulu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Bagaimana ceritanya MA bisa memutus tanpa ada di Bawaslu. Jadi ini ada kesalahan berpikir. Mestinya tidak begitu," ujar Yusril saat ditemui di kantornya, Kasablanka Office Tower, Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Yusril Ihza Mahendra menjelaskan, permohonan sengketa pelanggaran administrasi pemilu pernah diajukan oleh Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Djoko Santoso dan Sekretaris BPN Hanafi Rais pada 31 Mei 2019.

Dalam perkara yang diajukan ke MA ini, BPN menggugat Bawaslu terkait dengan putusannya yang bernomor 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 pada 15 Mei 2019.

Dalam permohonannya, BPN mendalilkan adanya kecurangan dalam Pilpres 2019 yang terjadi secara TSM.

Permohonan tersebut tidak diterima oleh MA.

Dalam putusannya, MA menyatakan permohonan tidak diterima atau NO (niet ontvankelijk verklaard) karena adanya cacat formil, yakni legal standing atau kedudukan hukum dari pemohon.

Seharusnya, permohonan diajukan oleh pasangan capres-cawapres.

Oleh sebab itu, permohonan sengketa yang sama diajukan kembali dengan Prabowo dan Sandiaga sebagai pihak pemohon.

Kemudian, kubu capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kembali mengajukan sengketa pelanggaran administrasi pemilu (PAP).

Dalam permohonannya kali ini, Prabowo-Sandiaga yang menjadi pihak pemohon.

Menurut Yusril, seharusnya kuasa hukum Prabowo-Sandiaga tidak dapat mengajukan sengketa PAP langsung ke MA meskipun dengan materi sengketa yang sama.

Baca: Bawaslu Sebut Permohonan Prabowo-Sandiaga ke Mahkamah Agung Cacat Prosedur

Sebab, pihak pemohon sengketanya telah berubah. Yusril mengatakan, MA tidak dapat memeriksa sengketa yang diajukan sebelum Prabowo-Sandiaga mengajukan sengketa administrasi lebih duku ke Bawaslu.

"Perkara NO itu kan belum diperiksa materinya. Jadi perkara itu bisa diulang. Kalau diulang artinya balik lagi ke Bawaslu. Pemohonnya sudah ganti. Kalau dulu BPN sekarang paslon. Dia daftar lagi ke bawaslu," kata Yusril.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul : Yusril: Ada Kesalahan Berpikir Pihak Prabowo-Sandi soal Sengketa Pilpres ke MA

Yakin permohonan Prabowo-Sandiaga ditolak MA

Yusril Ihza Mahendra pun memprediksi bahwa MA bakal menolak permohonan Prabowo-Sandiaga.

Menurut Yusril, MA pasti menyadari bahwa tidak berwenang mengadili permohonan sengketa pelanggaran administrasi pemilu.

Baca: Sembilan Kader PPP yang Dinilai Berpotensi Masuk Kabinet Jokowi

Ketua Tim Hukum 01, Yusril Ihza Mahendra sebelum persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019) (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda)

"Kemungkinan akan ditolak di dalam sidang. Karena formilnya tidak mungkin, karena ini perkara apa? Kalau memohon perkara sengketa pelanggaran administrasi pemilu, bukan kewenangannya MA," ujar Yusril saat ditemui di kantornya, Kasablanka Office Tower, Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Yusril Ihza Mahendra menegaskan, kewenangan pengusutan pelanggaran administrasi pemilu berada di tangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Kewenangan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

UU Pemilu menyatakan, Bawaslu berwenang menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemilu.

Selain itu Bawaslu juga dapat memeriksa, mengkaji dan memutus pelanggaran administrasi pemilu.

"Kalau ada pelanggaran administrasi pemilu terstruktur, sistematis dan masif kan kewenangannya Bawaslu. Jadi ini perkara (permohonan Prabowo-Sandiaga) membingungkan," kata Yusril.

Sebelumnya, kubu pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto Sandiaga Uno kembali mengajukan sengketa pelanggaran administrasi pemilu (PAP) ke Mahkamah Agung (MA).

Dalam permohonannya kali ini, Prabowo-Sandiaga sendiri yang menjadi pihak pemohon.

Kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Nicholay Aprilindo mengatakan, pihaknya meminta MA memeriksa pelanggaran administrasi Pilpres 2019 yang dianggap terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

"Bahwa Permohonan PAP yang dimaksud adalah bukan kasasi, namun merupakan permohonan kepada Mahkamah Agung RI untuk memeriksa pelanggaran administratif pemilu secara TSM," ujar Nicholay kepada Kompas.com, Kamis (11/7/2019).

Permohonan sengketa pelanggaran administrasi pemilu ini pernah diajukan oleh Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Djoko Santoso dan Sekretaris BPN Hanafi Rais pada 31 Mei 2019.

Dalam perkara yang diajukan ke MA ini, BPN menggugat Bawaslu terkait dengan putusannya yang bernomor 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 pada tanggal 15 Mei 2019.

Dalam permohonannya, BPN mendalilkan adanya kecurangan dalam Pilpres 2019 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Namun permohonan tersebut tidak diterima oleh MA.

Dalam putusannya, MA menyatakan permohonan tidak diterima atau NO (Niet Ontvankelijk Verklaard) karena adanya cacat formil, yakni legal standing dari pemohon. Seharusnya, permohonan diajukan oleh pasangan capres-cawapres.

Baca: Menerka Sejumlah Menteri yang Bakal Dipertahankan Jokowi Duduk di Kabinet Kerja

Oleh sebab itu permohonan sengketa yang sama diajukan kembali dengan Prabowo dan Sandiaga sebagai pihak pemohon.

"Setelah legal standing pemohon dilengkapi dan atau diubah dengan surat kuasa dari prinsipal secara langsung dalam hal ini capres-cawapres 02 Prabowo-Sandi, maka permohonan dapat diajukan kembali," kata Nicholay.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul : Yusril Yakin MA Tolak Permohonan Sengketa Pilpres Prabowo-Sandiaga 

Penulis : Kristian Erdianto

Reaksi Bawaslu soal permohonan Prabowo-Sandiaga

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengatakan ada prosedur yang salah dari gugatan Prabowo-Sandiaga ke Mahkamah Agung soal kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).

Menurut Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar, pengajuan gugatan terkait TSM ke Mahkamah Agung baru dapat dilakukan bila sebuah perkara telah memiliki Surat Keputusan (SK) yang ditindaklanjuti oleh KPU RI.

Baca: Bawaslu Sampaikan Jawaban Mirip-Mirip Sikapi Gugatan Prabowo ke Mahkamah Agung

Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kedua kiri) usai memberikan keterangan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terkait perolehan suara Pilpres 2019 di kediaman Prabowo Subianto di Jakarta, Kamis (27/6/2019) malam. Dalam keterangannya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menerima hasil keputusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan Pilpres 2019. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sedangkan, gugatan yang dilayangkan Prabowo-Sandiaga ke MA, bukan berlandaskan pada SK hukum, melainkan hanya putusan pendahuluan saja.

"Itu baru MA dapat melakukan sebuah kajian ataupun memutus terhadap pokok perkaranya. Tetapi pada saat sebuah SK pembatalan itu tidak ada, maka MA tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan permohonan tersebut," ungkap Fritz di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2019).

Bila prosedur tersebut tidak dilewati dengan benar, maka sesungguhnya gugatan TSM tidak daapt diajukan ke MA.

Terlebih, kata Fritz dugaan pelanggaran TSM merupakan domain penuh dari Bawaslu RI.

"Itu prosedurnya belum terjadi sehingga tidak dapat diajukan ke MA. Dan juga apabila ada pelanggaran TSM maka itu dibawa ke Bawaslu dan bukan ke MA," kata dia.

Dengan begitu, Bawaslu meyakini penuh bahwa dalil-dalil TSM yang digugat oleh Prabowo-Sandiaga akan kembali di tolak MA.

Fritz juga yakin MA akan seksama memperhatikan jawaban-jawaban Bawaslu yang sebelumnya sudah pernah disampaikan.

MA juga dipastikan bakal melihat kompetensi absolut mereka dalam menyelesaikan permohonan tersebut.

"Saya yakin MA akan memperhatikan jawaban-jawaban yang sudah kami sampaikan," ujar dia.

"Kami berpendapat di dalam jawaban kami bahwa terkait dengan TSM itu merupakan ranah yang diberikan oleh Undang-Undang untuk diselesaikan di Bawaslu, bukan diselesaikan oleh Mahkamah Agung," imbuhnya lagi.

Diketahui, Prabowo-Sandiaga mengajukan gugatan Pelanggaran Administratif Pemilu (PAP) ke Mahkamah Agung pada 3 Juli 2019 lalu dan telah tergister lewat nomor No.2 P/PAP/2019.

Permohonan kedua ini merupakan perbaikan atas permohonan PAP pertama yang tidak diterima oleh MA karena pada permohonan pertama, Pemohon dinilai tak memiliki legal standing untuk mengajukan hal tersebut ke ranah MA.

Sebab pada permohonan awal, pihak Pemohon adalah Djoko Santoso dan Ahmad Hanafi Rais. Majelis Hakim MA menilai permohonan seharusnya diajukan oleh Pemohon prinsipal yakni Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.

Untuk itu mereka memperbaiki permohonan mereka dengan mengubah kuasa Pemohon atas nama Prabowo-Sandiaga.

Lebih lanjut, menurut Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Nicholay Aprilindo menjelaskan pengajuan PAP ke MA bukan sebagai tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi pada 27 Juni 2019 lalu.

Baca: Gerindra Disarankan Gabung Koalisi Jokowi-Maruf Demi Persiapkan Pilpres 2024

Tetapi sebagai tindak lanjut atas perkara pelanggaran terstruktur sistematis dan masif yang diajukan ke Bawaslu tanggal 15 Mei 2019 lalu yang kemudian tidak ditindaklanjuti oleh KPU RI.

"Karena syarat formil pemohon sudah dipenuhi maka permohonan bisa diajukan kembali. Jadi bukan sebagai reaksi atas putusan MK," jelas dia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini