TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty International Indonesia menolak wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membahas kemungkinan menuntut hukuman maksimal untuk Bupati Kudus, Muhammad Tamzil.
"Kami menolak penerapan hukuman mati tanpa terkecuali dalam kasus apa pun dan dengan metode apa pun," ujar Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, kepada pewarta, Senin (29/7/2019).
Hukuman mati, menurut Usman, merupakan hukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia yang jelas-kelas melanggar hak untuk hidup.
Baca: Simsalabim! Garuda Indonesia Ubah Laporan Keuangan
KPK beralasan Tamzil sudah dua kali terjerat perkara korupsi, sehingga terbuka kemungkinan untuk dituntut mati. Namun, tuntutan maksimal ini belum diputuskan.
Amnesty Internasional Indonesia mendukung hukuman berat terhadap siapa pun yang terbukti menyalahgunakan keuangan negara untuk memperkaya diri.
Sebab kejahatan itu telah menegasikan kapasitas negara untuk dapat memenuhi hak-hak asasi manusia, dari mulai sektor pendidikan hingga kesehatan.
"Yang kami tolak adalah penggunaan hukuman mati, apapun kejahatannya," jelas Usman.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, mengatakan pihaknya mempertimbangkan tuntutan hukuman maksimal terhadap Tamzil yang kembali terjerat suap jual beli jabatan.
Baca: Apakah gunung api Hawaii dapat membuktikan adanya kehidupan di angkasa luar?
Itu karena Tamzil merupakan residivis kasus korupsi saat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008.
"Ini sebenarnya sudah dibicarakan pada saat ekspos (kasus) karena kalau sudah berulang kali (korupsi) bisa nanti tuntutannya sampai dengan hukuman mati," kata Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (27/7/2019).
Diberitakan, KPK menetapkan Tamzil dan staf khususnya Agus Soeranto tersangka penerima suap jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
KPK menyangka Tamzil menerima suap Rp250 juta dari pelaksana tugas Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus, Akhmad Sofyan.
Baca: Nenek 74 Tahun Baru Sadar Jadi Korban Pencabulan Keesokan Harinya Setelah Mandi
KPK menyangka Tamzil menerima suap itu bersama staf khususnya, Agus Soeranto. Uang diduga diberikan agar Sofyan bisa dilantik menjadi pejabat definitif di lingkungan Pemkab Kudus. KPK menduga ini bukanlah penerimaan pertama oleh Tamzil.
Sebelum menjadi tersangka di KPK, Tamzil pernah dipenjara karena korupsi. Ketika menjabat Bupati Kudus 2003-2008, Tamzil korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004.
Pada 2014, Kejaksaan Negeri Kudus menyidik kasus ini. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Bupati Kudus M. Tamzil selama 22 bulan penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan pada Februari 2015.