TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengkritisi rencana Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) akan mendatangkan rektor dari luar negeri untuk memimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia.
Guru Besar Hukum Internasional ini mengharapkan adanya kesamaan posisi dan hak antara rektor dari luar negeri dan anak bangsa sendiri.
"Pada prinsipnya sih boleh saja ya Rektor asing tapi harusnya kan diberikan level playing field yang sama antara asing debgan yang lokal. Jadi jangan asal tunjuk karena itu tidak fair," ujar Hikmahanto Juwana kepada Tribunnews.com, Kamis (1/8/2019).
Penjaringan Rektor pun menurut dia, harus terbuka dan mendapat perlakukan yang sama mulai dari pengiklanan hingga tahap akhir.
"Tapi kalau Rektor asing langsung ditunjuk ya tidak fair," tegas Hikmahanto Juwana.
Baca: Tasya Kamila Cerita Soal Kekompakannya dengan Suami Merawat Anak
Belum lagi di banyak Anggaran Rumah Tangga Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum ditentukan bahwa Rektor harus berkewarganegaraan Indonesia.
Sementara kalau PTN Satker atau BLU harus hati-hati karena siapapun Rektor harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana layaknya Aparatur Sipil Negara (ASN).
Selain itu juga jangan sampai karena Rektor tersebut dari luar negeri, perlakuan penggajian menjadi berbeda.
"Kalau demikian berarti nuansa penjajahan dihidupkan kembali. Apakah tepat kalau Rektor asing makanannya berbeda dengan Rektor asal Indonesia? Kan sama saja," ucap Hikmahanto Juwana.
Dia juga mengingatkan jangan ada perasaan bahwa yang dari luar negeri pasti bagus.
"Jangan-jangan rektor yang dari luar negeri itu mau masuk ke Indonesia karena mereka tidak laku di negaranya. Atau tenaganya sudah habis dicurahkan di tempat sebelumnya," jelasnya.
Baca: Kisah remaja berjilbab yang mengukir sejarah di lomba pacuan kuda di Inggris
Lebih jauh ia berharap Rektor asal Indonesia itu diberi tupoksi yang sama dengan rektor luar negeri.
Karena dia mengisahkan yang dialaminya sendiri ketika mau menjadi rektor sudah repot. Karena harus kenal sana dan sini.
"Lihat kasus yang baru-baru ini terjadi, Rektor UIN yang harus berhubungan dengan parpol tertentu. Belum lagi ada calon rektor didekati oleh staf khusus Menteri," dia mencontohkan.