News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

ICJR Desak Jokowi Serius Cegah dan Cabut Undang-Undang yang Sulitkan Rakyat

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengenakan pakaian adat Sasak NTB saat menyampaikan Pidato Kenegaraan pada Sidang Bersama DPR dan DPD RI Tahun 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/8/2019). Pada pidatonya tersebut Jokowi menyampaikan izinnya untuk memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) memberi apresiasi terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraannya terkait komitmen Pemerintah merombak Undang-Undang yang menyulitkan rakyat.

ICJR menilai komitmen ini harus ditunjukkan dalam Pembahasan RKUHP dan juga refromasi sistem peradilan di Indonesia.

Baca: Fahri Hamzah Setuju Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar dan Penguatan Sistem Presidensialisme

Dalam Pidato Kenegaraan Presiden dalam Sidang Tahunan MPR dan dalam Sidang Gabungan DPR RI dan DPD RI, Presiden menekankan tentang perlunya reformasi hukum.

Dalam pidatonya di sidang tahunan MPR 2019, Presiden Jokowi menyatakan Undang-Undang yang bertabrakan satu dengan yang lain harus diselaraskan.

Undang-Undang yang menyulitkan rakyat harus dibongkar.

Undang-Undang yang menghambat lompatan kemajuan harus diubah.

Namun, Direktur Eksekutif ICJR, Anggara menyampaikan pihaknya memiliki catatan untuk medukung komitmen presiden tersebut,

Pertama, ICJR mengingatkan agar fokus pertama Presiden untuk menapati janjinya adalah dengan mencegah rancangan undang-undang yang menyulitkan Rakyat.

Salah satunya adalah RKUHP yang diajukan oleh Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini dibahas oleh pemerintah dan DPR masih jauh dari perlindungan kepentingan rakyat dan memiliki potensi pelanggaran hak asasi manusia yang besar.

Banyak ketentuan dalam RKUHP yang sama sekali tidak berpihak pada kelompok sasaran yang ingin dilindungi oleh pemerintah.

ICJR menilai sejak awal pembahasan RKUHP tidak didahului dengan evaluasi dan harmonisasi semua ketentuan pidana yang ada.

Alhasil, pembahasan RKUHP dilakukan tanpa arah yang jelas.

"Presiden harus berkaca pada RKUHP yang jelas mengancam kebebasan bereskpresi dan berpendapat dengan masih mengatur berbagai pidana yang berbahaya seperti penghinaan presiden dan juga kejahatan terhadap ideologi negara," kata Anggara dalam keterangannya, Jumat (16/8/2019).

Sejalan dengan itu, ICJR menggaris bawahi pidato Presiden Joko Widodo yang secara spesifik menempatkan kejahatan terhadap ideologi sebagai ancaman terhadap keamanan Negara.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini