“Jadi tidak tiba-tiba ada daerah otonom baru, nanti ada daerah persiapan yang dipimpin aparatur sipil negara atau ASN yang memenuhi syarat karena belum ada DPRD-nya kan. Dan daerah persiapan itu minimal harus berjalan tiga tahun untuk disebut layak atau tidak, jadi panjang prosesnya,” jelas Bahtiar secara panjang lebar.
Secara tersirat Bahtiar mengatakan kecil peluang untuk melaksanakan penggabungan atau pemekaran daerah karena pemerintah pusat sampai sekarang masih berpegang teguh pada moratorium yang diberlakukan sejak 2014.
Yaitu moratorium untuk tidak melakukan penggabungan atau pemekaran daerah sampai waktu yang tidak ditentukan.
“Untuk mencabut moratorium itu harus ada dua regulasi yang disiapkan yaitu peraturan pemerintah tentang penataan daerah dan peraturan pemerintah tentang desain besar penataan daerah. Dan moratorium itu diberlakukan tidak secara tiba-tiba tetap berdasarkan keputusan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang dipimpin Wakil Presiden dan Mendagri sebagai sekretaris disertai unsur pemerintah daerah,” imbuh Bahtiar.
“Hingga saat ini pemerintah masih teguh pada moratorium dan fokus pada penyelesaian masalah yang menjadi argumen ketimbang menyetujui pengajuan penggabungan atau pemekaran daerah. Jadi nilai sendiri saja bagaimana peluangnya,” pungkas Bahtiar.
Wacana penggabungan Kota Bekasi dan Jakarta dimulai dari usul Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto untuk membentuk Provinsi Bogor Raya yang rencananya akan mencaplok wilayah Kita Bekasi juga.
Namun usul itu ditolak oleh Walikota Bekasi Rahmat Effendy dengan argumen Kota Bekasi berumur lebih tua daripada Kota Bogor.
Rahmat Effendy menegaskan pihaknya lebih memilih untuk bergabung dengan Jakarta dengan alasan kedekatan kultur dan ketersediaan APBD yang lebih besar di ibukota.