TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon petahana pimpinan KPK periode 2019-2023 Alexander Marwata mengatakan dirinya sudah menduga bakal banyak pertanyaan yang ditujukan kepada dirinya soal konferensi pers yang digelar KPK soal adanya dugaan pelanggaran kode etik berat yang dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK, Irjen Firli Bahuri.
Hal itu disampaikan Marwata saat menjalani uji kelayakan sebagai calon pimpinan (capim) KPK di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (13/9/2019).
Lebih lanjut, Marwata mengaku kaget ada pimpinan KPK lainnya yakni Saut Situmorang menggelar konferensi pers tentang hal tersebut.
“Saya baru tahu ada konferensi pers itu setelah diberi tahu Ibu Basaria Panjaitan, artinya konferensi pers itu tak diketahui semua pimpinan. Waktu itu Pak Agus Rahardjo (Ketua KPK) ada di Yogyakarta, saya dan Ibu Basaria sebenarnya ada di kantor, setelah ada konferensi pers itu saya tanya Febri Diansyah (juru bicara KPK) kok ada acara seperti ini, saya heran,” ungkap Marwata.
Marwata pun membeberkan bahwa usulan pengungkapan pengawasan internal audit tentang dugaan pelanggaran kode etik oleh Firli Bahuri diungkapkan oleh penasehat KPK, Mohammad Tsani Annafari yang menemani Saut saat menggelar konferensi pers tersebut.
Baca: SBY, Megawati, dan Keluarga Gusdur Jalan Beriringan di Prosesi Pemakaman Habibie
Lebih lanjut Marwata merasa heran ada pimpinan KPK yang menggelar konferensi pers tersebut karena sebelumnya tiga dari lima pimpinan KPK setuju kasus dugaan pelanggaran kode etik Firli ditutup karena yang bersangkutan kini sudah ditarik kembali ke institusi asal yakni Polri.
Berdasarkan sistem kepemimpinan kolektif kolegial yang diterapkan di KPK maka keputusan yang diambil oleh lembaga adalah suara mayoritas.
“Salah satu yang mengusulkan agar kasus itu ditutup adalah Pak Agus Rahardjo (Ketua KPK), satu lainnya memberi catatan untuk diperhatikan,” terangnya.
Marwata menjelaskan bahwa pada saat itu pimpinan KPK hingga DPP (Dewan Pertimbangan Pegawai) menerima laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik berat yang dilakukan Irjen Firli Bahuri.
Firli dituding melakukan pelanggaran kode etik berat dengan bertemu mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi yang pernah diperiksa sebagai saksi atas dugaan kasus suap perusahaan PT Newmont Nusa Tenggara.
Laporan itu menurut Marwata sudah sampai pada DPP KPK yang berwenang menjatuhkan putusan apakah yang dilakukan Firli melanggar kode etik atau tidak.
Marwata mengatakan mekanisme di DPP KPK memberi kesempatan kepada Firli untuk memberi keterangan berupa pengakuan atau memutuskan membela diri melalui pengadilan.
Akan tetapi mekanisme itu menurut Marwata belum dijalankan oleh DPP KPK karena yang bersangkutan kemudian ditarik oleh institusi asalnya yakni Polri.
“Karena belum sempat diperiksa maka pimpinan memberi catatan kepada Pak Firli diberhentikan secara terhormat dari KPK untuk kemudian dikembalikan ke Polri, tak ada catatan lain. Sehingga DPP KPK juga belum memutuskan apakah dugaan pelanggaran yang dilakukan Pak Firli termasuk ringan, sedang atau berat.”
Selain itu Marwata juga menjelaskan ada mekanisme lain yang dilakukan lima pimpinan KPK untuk menghadapi dugaan kasus pelanggaran kode etik oleh Firli Bahuri di samping mekanisme di DPP KPK.
“Kami berlima sepakat yang bersangkutan cukup diberi surat peringatan. Tapi karena beliau sudah keburu ditarik ke institusi asal maka surat peringatan itu belum disampaikan ke beliau. Dan tak ada catatan lain selain beliau diberhentikan secara terhormat dari KPK untuk dikembalikan ke Polri,” pungkas Marwata.
Dalam konferensi pers yang digelar di KPK RI kemarin Rabu (12/9/2019), Saut Situmorang menjelaskan hasil pemeriksaan DPP KPK menyatakan Firli Bahuri diduga melakukan pelanggaran kode etik berat.
Saut mengatakan pemeriksaan terhadap Firli dilakukan DPP KPK sejak 21 September 2018 dan sudah disampaikan ke pimpinan pada 23 Januari 2019.