Setelah itu, pejabat imigrasi ini akan memberikan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) sebagai gantinya.
"Surat perjalan laksana paspor itu digunakan untuk sekali perjalanan, untuk dia kembali ke Indonesia," tambah Sam.
Penarikan paspor pertama terhadap pegiat HAM?
Kasus penarikan paspor terhadap seorang tersangka bukan pertama kali terjadi.
Sebelumnya penarikan paspor yang disertai dengan red notice melibatkan interpol juga dilakukan pemerintah Indonesia dalam kasus korupsi.
Pada 2009, Kejaksaan Agung menarik paspor terpidana kasus pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Saat itu, Djoko Tjandra diketahui terakhir berada di Papua Nugini, meski disebut juga tinggal di Singapura.
Lalu, penarikan paspor juga dilakukan kepada Nunun Nurbaeti, tersangka kasus suap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (2013) dan M. Nazaruddin, tersangka suap proyek Wisma Atlet SEA Games (2011).
Keduanya sempat kabur ke luar negeri saat hendak ditahan KPK. Sementara itu, berdasarkan website International Criminal Police Organization (Interpol) saat ini terdapat empat WNI yang mendapat red notice atau masuk daftar pencarian orang di tingkat internasional.
Kasus mereka terkait dengan pedofilia, pencurian dan pembunuhan.
Namun kasus penarikan paspor terhadap advokat sekaligus pegiat HAM diyakini baru pertama kali terjadi di era reformasi, kata anggota Solidaritas Pembela HAM, Tigor Hutapea.
"Selama berkecimpung sebagai pengacara publik, ini baru pertama kali, yang saya ketahui," kata Tigor.
Ia menambahkan peristiwa ini akan menjadi preseden buruk bagi kalangan aktivis pembela HAM.
"Itu ancaman bagi kami yang juga berkecimpung dalam pembela HAM," tambahnya.