TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TUBAGUS Hasanuddin, saat masih berpangkat kolonel TNI AD, menyaksikan langsung hari- hari menegangkan yang dialami BJ Habibie menjelang lengsernya Presiden Soeharto, 21 Mei 1998.
Saat itu Hasanuddin tercatat sebagai ajudan Habibie, bersama tiga orang lainnya.
Satu di antara peristiwa menegangkan ketika pada 20 Mei 1998 malam Habibie mendapat kabar bakal dilantik sebagai presiden menggantikan Soeharto tanpa ada penjelasan detil sebelumnya.
Dalam buku Detik-detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, terbitan THC Mandiri, September 2006, Habibie (saat itu masih menjabat sebagai wakil presiden) mengungkapkan hanya sempat tidur satu jam setelah mendapat kabar mengejutkan itu.
Berikut lanjutan petikan wawancara eksklusif Tribun Network dengan Mayjen Purn Tubagus Hasanuddin mengenai hari-hari menegangkan, baik terkait pengunduran diri Soeharto dan lepasnya wilayah Timor Timur (Timtim) dari pangkuan RI.
Baca: Wawancara Eksklusif dengan Ajudan Habibie TB Hasanuddin, Kisahkan Upaya Habibie Temui Soeharto
Baca: Ilham Habibie Sebut Kabar Donor Mata Sang Ayah Hoaks, Ini yang Terjadi Pada Penglihatan Thareq
Apakah benar pada 21 Mei 1998 dini hari itu Anda mengingatkan Pak Habibie untuk segera istirahat karena sudah dini hari?
Betul. Menjelang 21 Mei itu juga timbul ketegangan-ketegangan, sehingga meski tidak kebagian dinas saya terus berada di sekitar Pak Habibie.
Malam itu saya lihat Bapak (Habibie) kok tidak segera tidur. Bolak-balik dari kamar ke ruang kerja. Begitu terus. Lalu saya masuk ke ruang kerja beliau, jongkok di pojok ruangan yang gelap.
Terus saya ingatkan beliau untuk segera istirahat. Beliau tanya, "Kamu siapa?" "Saya ajudan Bapak, Hasanuddin," sambil mengarahkan lampu senter ke wajah saya. Lalu beliau masuk kamar, namun sejam kemudian keluar lagi untuk salat subuh.
Apa yang Anda saksikan pada hari-hari menjelang pergantian kekuasaan?
Pada 19 dan 20 Mei 1998, Pak Habibie menemui Pak Harto di Jalan Cendana (kediaman pribadi Soeharto). Seusai pertemuan saya melihat raut wajah Pak Habibie tidak dalam kondisi ceria, lebih banyak diam.
Pada 20 Mei malam, ajudan Pak Harto bernama Kolonel Issantoso (angkatan darat), menelopn saya. Dalam telepon itu saya diminta menyampaikan pesan kepada Pak Habibie bahwa esok hari akan dilantik sebagai presiden.
Saya bilang kepada dia informasi itu urusan penting kenegaraan, bukan ranah ajudan yang kolonel. Kemudian saya bilang kepada Issantoso agar Pak Harto saja yang menelepon Pak Habibie soal itu.
Beberapa saat kemudian atas saran saya, Pak Mensesneg Saadilah Mursyid yang bicara melalui telepon dengan Pak Habibie mengenai pelantikan presiden.