Sebagai penggantinya, pada 1964, Soekarno mendirikan Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (Kotrar) yang dipimpin Subandrio.
Sayangnya, lembaga ini pun tak bertahan lama karena setahun kemudian terjadi peristiwa G30S.??
Setengah hati Orde Baru
Memasuki era Orde Baru, Presiden Soeharto membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) di Kejaksaan Agung pada 1967.
Namun lembaga ini kehilangan taringnya. Ia ciut ketika harus mengusut kasus yang melibatkan kroni Soeharto.?? TPK hanya mengusut kasus korupsi receh.
Pembiaran terhadap kasus korupsi besar menuai protes dari mahasiswa dan masyarakat. TPK dibubarkan.?
?Setelah itu, Soeharto membentuk Komite Empat. Isinya orang-orang yang dikenal bersih seperti Profesor Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo, dan A Tjokroaminoto.
??Komite itu menemukan korupsi dalam Departemen Agama, Bulog, Telkom, hingga Pertamina. Namun, pemerintah mengabaikan temuan ini.
??Tercatat, di era Orde Baru setidaknya ada enam peraturan seputar korupsi dan gratifikasi. Ada pula tiga lembaga antikorupsi yang didirikan.
Namun seperti kita semua ketahui, korupsi justru merajalela di era itu.
Semangat pemberantasan korupsi sudah muncul di masa-masa awal kelahiran negara ini. Sejumlah aturan hukum diterbitkan; sejumlah lembaga pun didirikan. Tapi, perkara korupsi tak kunjung selesai.
Di era Orde Baru, Soeharto juga membentuk lembaga pemberantasan korupsi namun ia sendiri terjungkal karena korupsi.
Setelah era Soeharto, semangat pemberantasan korupsi memasuki babak baru di era BJ Habibie. Orde Reformasi membawa banyak perubahan.
Kendati hanya jadi presiden selama 1 tahun 5 bulan, Habibie adalah sosok yang berperan penting dalam upaya pemberantasan korupsi.