Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemuda dan Olahraga RI Imam Nahrawi berharap penetapan tersangkanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap dana hibah KONI tidak bersifat politis.
Namun ketika ditanya apa maksud dari harapannya tersebut, ia mengatakan tidak bisa menduga-duga hal tersebut.
"Saya berharap ini bukan sesuatu yang bersifat politis, saya berharap ini bukan sesuatu yang bersifat di luar hukum dan karenanya saya akan menghadapi dan tentu kebenaran harus dibuka seluas-luasnya selebar-lebarnya. Saya akan mengikuti proses hukum yang ada," kata Imam di depan rumah dinasnya di Jalan Widya Candra III nomor 14 Jakarta Selatan pada Rabu (18/9/2019).
Ia juga menyatakan memiliki hak untuk memberikan jawaban sebenar-benarnya agar proses hukum dapat berjalan dengan lancar.
Baca: Timnas U-16 Indonesia VS Mariana Utara, Garuda Muda Menang Telak 15-1
Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini Kamis 19 September 2019 Taurus Ragu, Libra Sibuk, Aquarius Kreatif Abis
"Pada saatnya tentu harus kita buktikan bersama-sama karena saya tidak seperti yang dituduhkan. Kta akan mengikuti sepeti apa di pengadilan," kata Imam.
Ketika menyampaikan hal tersebut Imam tampak mengenakan sendal jepit dan peci putih.
Ia mengaku baru menyelesaikan salat Isya.
Ia juga menyampaikan dengan tenang dan sempat menyapa wartawan dengan ramah.
Diberitakan sebelumnya, KPK baru saja menetapkan Menpora Imam Nahrawi beserta asisten pribadinya, Miftahul Ulum sebagai tersangka.
Keduanya dijerat KPK dalam kasus dugaan suap terkait Penyaluran Pembiayaan dengan Skema Bantuan Pemerintah Melalui Kemenpora pada KONI tahun anggaran 2018.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, pihaknya akan segera memanggil Imam Nahrawi ke Gedung Merah Putih KPK Jakarta.
"Segera, nanti penyidik yang menentukan," ucap Alex tanpa memberitahu pasti tanggalnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Dalam kasus ini, diduga selama periode 2014-2018 Imam melalui asistennya, Miftahul Ulum telah menerima Rp14,7 miliar.
Selain itu, Imam juga diduga menerima Rp11,8 miliar selama 2016-2018.
Sehingga total uang yang telah diterima Imam secara keseluruhan berjumlah Rp26,5 miliar.
Menurut Alex sebagian uang itu diterima terkait pencairan dana hibah KONI tahun anggaran 2018.
Selain itu, sebagian uang itu juga diterima Imam sebagai Ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Tugas Program Indonesia Emas dan terkait jabatan Imam lainnya di Kemenpora.
"Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan kepentingan lainnya," kata Alex.
Sebelumnya, KPK sudah lebih dahulu menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Mereka adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, Staf Kemenpora Eko Triyanto, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, dan Bendahara Umum KONI Jhony E Awuy.
Diduga Adhi Purnomo dan Eko Triyanto menerima pemberian sekurang-kurangnya Rp318 juta dari pengurus KONI.
Selain itu, Mulyana juga menerima Rp 100 juta melalui ATM.
Selain menerima uang Rp100 juta melalui ATM, Mulyana juga sebelumnya sudah menerima suap lain dari pejabat KONI.
Yakni 1 unit Toyota Fortuner, 1 unit Samsung Galaxy Note 9, dan uang Rp 300 juta dari Jhony.
Uang tersebut diterima Mulyana, Adhi, dan Eko agar Kemenpora mengucurkan dana hibah kepada KONI.
Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan sebesar Rp17,9 miliar.
Di tahap awal, diduga KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
Diduga pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai akal-akalan dan tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp3,4 miliar.