TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegawai KPK kecewa dan sedih atas disahkannya revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) oleh DPR RI.
Sebab, banyak pasal dalam UU KPK yang baru itu mengubah struktur, kewenangan hingga independensi lembaga anti-rasuah tanpa meminta masukan KPK.
Hal itu disampaikan dan Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/9).
Laode mengatakan UU KPK yang baru akan mengubah hal-hal yang dinilai fundamental dalam lembaga antirasuah itu. "Karyawan KPK agak gloomy dan terus terang banyak yang menangis karena tiba-tiba rumahnya berubah secara fundamental," kata Laode.
Baca: Viral Lagu Kasih Sayang Pada Orang Tua, Liriknya Unik, Mawang Ungkap Makna Sesungguhnya
Baca: Peringatan Dini BMKG Jepang: Besok Angin Taifun No.17 Menghantam Okinawa Sampai Hokkaido
Baca: Ramalan Zodiak Cinta Jumat 20 September 2019, Scorpio Harus Tulus dalam Mencintai
Laode menganalogikan KPK sebagai rumah yang dititipkan kepada seluruh pegawai, termasuk komisioner seperti dirinya. Namun, DPR bersama pemerintah berusaha merenovasi rumah tersebut tanpa sepengetahuan penghuni rumah. Mereka ini proses revisi undang-undang ini janggal.
"Tiba-tiba orang di luar (DPR dan pemerintah,-red) itu, 'OK ya rumah kamu saya renovasi', terus kami tanya, 'Nanti renovasinya seperti apa?' Mereka lalu bilang, 'Enggak ada masalah, nanti kami bikin renovasi, nanti kalian tinggal di tempat yang baru'," kata Laode menggambarkan proses revisi UU KPK.
Kesedihan para pegawai KPK terlihat saat aksi damai di Gedung Merah Putih KPK pada Selasa malam, 17 September 2019. Saat itu, ratusan para pegawai yang mengibarkan bendera kuning tampak menitikkan air mata, Aksi itu sebagai respons atas langkah DPR bersama pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-undang KPK pengganti UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Laode juga menilai Presiden Joko Widodo mengingkari ucapan sendiri. Sebab, Jokowi sempat menyampaikan dia ingin memperkuat KPK terkait revisi UU KPK. Namun, hal itu tidak terjadi.
Menurut Laode, RUU KPK yang disahkan oleh DPR justru mempreteli kewenangan pimpinan KPK sebagai penyelidik, penyidik dan penuntut umum. "Apa yang kami khawatirkan akhirnya menjadi kenyataan karena betul-betul UU yang ada sekarang itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Presiden dalam konferensi pers yang disampaikan beliau, bersama Menseseg dan KSP," ucap Laode.
Sebelumnya, Laode sempat menyebut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly melakukan pembohongan kepada KPK. Sebab, Yasonna sempat menyampaikan akan mempertemukan KPK dengan DPR untuk membahas revisi UU KPK. Namun, hal itu tidak dilakukan.
Ia juga mengatakan Yasonna melakukan kebohongan lain karena mengaku telah berdiskusi dengan pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif terkait pembahasan revisi UU KPK di kantor Kemenkumham pada 12 September 2019. Namun, hal itu tidak pernah terjadi.
Sementara itu, anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii, menilai pengesahan RUU KPK oleh DPR bersama pemerintah terbilang tergesa-gesa. Kelemahan lainnya adalah baik Menkumam maupun DPR tidak pernah melibatkan KPK dalam pembahasan RUU tersebut. Seharusnya KPK dilibatkan agar menghasilkan produk undang-undang yang dapat diterima semua pihak.
"Saya rasa soal revisi, soal Dewan Pengawas itu bisa didiskusikan. Kemarin itu kan langsung digitukan (disahkan), jadi terbakar," ujar Buya Syafii.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengingatkan, KPK bukan lembaga yang bersih atau suci. Tetapi, lembaga tersebut harus dibela.