TRIBUNNEWS.COM - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, menolak usulan sejumlah pihak yang meminta Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dibatalkan dan disusun ulang.
Yasonna mengatakan, RKUHP saat ini sudah mengalami perjalanan panjang selama puluhan tahun demi menggantikan KUHP warisan Belanda.
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, Yasonna secara tegas menolak permintaan yang menyebutkan RKUHP dibatalkan dan dirombak.
"Untuk mengatakan, kamu ulang kembali ini, ah no way!"
"Sampai lebaran kuda enggak akan jadi ini barang," tegas Yasonna di Kantor Kemenkumham, Rabu (25/9/2019).
Baca: Pemprov Bali Imbau Wisatawan Tetap Tenang Tanggapi RKUHP
Baca: Polemik RKUHP Berdampak pada Pariwisata Indonesia, Turis Australia Batal Liburan ke Bali
Lebih lanjut, Yasonna menyebutkan tidak mungkin juga jika RKUHP harus sesuai dan disetujui seluruh kelompok masyarakat.
Pasalnya, jumlah masyarakat Indonesia banyak dan heterogen.
"Dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, sampai ke Papua sana berbeda kultur, berbeda budaya, berbeda persepsi."
"Maka, memaksakan itu seragam semua enggak bisa," kata dia.
Meski begitu, Yasonna Laoly akan tetap membuka ruang dialog untuk mempertimbangkan beberapa pasal dalam RKUHP yang disebut kontroversial.
Tak hanya itu, Yasonna juga memastikan RKUHP tidak akan disahkan DPR periode 2014-2019 seperti yang diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau masih ada yang (masih bermasalah), ya sudah kita jelaskan terang benderang, duduk bersama-sama, intellectual exchange dengan baik, masih kita perbaiki, mari kita duduk bersama," tuturnya.
Yasonna tuding aksi mahasiswa ditunggangi
Dilansir Kompas.com, Menkumham Yasonna Laoly menilai aksi mahasiswa menuntut pembatalan RKUHP, UU KPK, dan sejumlah UU lainnya, ditunggangi pihak tertentu.