TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, operasi tangkap tangan (OTT) hanyalah salah satu metode yang dilakukan KPK dalam menangani kasus korupsi.
Bahkan, katanya, tak jarang OTT seperti membuka kotak pandora dalam upaya pemberantasan korupsi.
"OTT itu seperti membuka kotak pandora korupsi. Membuka kejahatan hingga kita bisa menemukan harapan akan Indonesia yang bebas korupsi," ujar Febri kepada wartawan, Jumat (27/9/2019).
Febri menjelaskan, proses teknik penanganan perkara sebenarnya berada pada tahap penyelidikan.
Sebagai lembaga penegak hukum, KPK tidak mungkin membiarkan jika menemukan terjadinya tindak pidana korupsi.
"Penegak hukum tugasnya memang menegakkan aturan hukum yang ada," katanya.
Lantaran bersifat seketika saat transaksi terjadi, nilai dugaan korupsi yang ditemukan saat OTT dapat besar maupun kecil.
Namun, Febri mengatakan, dari kasus-kasus korupsi yang terjadi, pemberian suap dilakukan bertahap.
Dengan demikian, meski nilai yang ditemukan dalam OTT kecil, dapat membongkar skandal korupsi yang lebih besar.
"Ini sering kami lakukan dan berhasil sampai di persidangan. Kasus di Kebumen adalah contoh yang paling sederhana. Ketika OTT uang yang diamankan hanya sekitar Rp 70 juta, tapi kita lihat, sekarang KPK berhasil membongkar jejaring korupsinya mulai dari level proyek di daerah hingga mafia anggaran yang pengaturannya melibatkan salah satu pimpinan DPR. Bahkan di kasus inilah pertama kali diungkap pencucian uang yang dilakukan korporasi," katanya.
KPK menilai penanganan perkara yang dimulai melalui OTT menjadi berbeda karena daya sentaknya ke publik.
Selain itu, selama ini tidak ada yang bisa lolos dari OTT.
Hal ini yang diduga membuat banyak pejabat tidak menyukai OTT yang dilakukan KPK.
"Yang agaknya menjadikan OTT terlihat berbeda adalah daya sentaknya ke publik. Dan mungkin saja banyak pejabat yang tidak suka dengan OTT karena selama ini tidak ada yang bisa lolos dari OTT tersebut," ujarnya.
Baca: 5 Hal yang Sejauh Ini Telah Diketahui Soal OTT KPK di Perum Perindo Terkait Kuota Impor Ikan
Baca: Kronologi Kasus Menpora Imam Nahrawi, Berawal dari OTT KPK dan Temuan Uang Rp 7 Miliar
Baca: Nawawi Pomolango Kritik Metode OTT KPK, dari Indikasi Jebakan Hingga Bisa Hambat Investor Masuk
Meski demikian, Febri menekankan OTT tidak meniadakan fungsi KPK lainnya, seperti koordinasi dan supervisi (Korsup).
Dikatakan, koordinasi yang dilakukan lebih menempatkan KPK pada posisi trigger mechanism.
KPK berupaya membantu Kepolisian dan Kejaksaan yang menghadapi kendala dalam menangani suatu perkara korupsi.
"Banyak kasus yang sudah dikoordinasikan, bahkan sampai penangkapan DPO. Saya kira, OTT dan Korsup adalah dua hal yang bisa berjalan seiring sehingga tak perlu dipertentangkan," katanya.
Ott sepanjang 2019, 17 OTT dan 60 tersangka:
- Bupati mesuji 24 Januari
- Romahurmuzy 15 Maret
- Direktur Krakatau Steel 22 Maret
- Bowo Sidik 27 Maret
- Bupati Talaud 30 April
- Hakim PN Balikpapan 3 Mei
- Pejabat Imigrasi NTB 28 Mei
- Jaksa Kejati DKI 28 Juni
- Gubernur kepri 10 juli
- Bupati kudus 26 juli
- Angkasa pura II 1 Agustus
- I nyoman dharmantra 8 Agustus
- Jaksa Kejari Yogyakarta 19 Agustus
- Bupati Muara Enim 2 September
- Dirut PTPN III 3 September
- Bupati Bengkayang 4 September
- Dirut Perum Perindo 23 September
Baca: Detik-detik Ananda Badudu Eks Vokalis Banda Neira Ditangkap Polisi, Diduga Kirim Uang ke Mahasiswa
Baca: Lakukan Galang Dana Pada Sebuah Platform, Mantan Personel Banda Neira Ananda Badudu Dijemput Polisi