Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah mahasiswa mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di kantornya, Jakarta, Kamis.
Mereka bahkan telah mengancam akan melakukan demonstrasi lebih besar lagi. Mahasiswa memberikan tenggat penerbitan Perppu KPK hingga 14 Oktober 2019.
Menanggapi hal tersebut, Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin meminta mahasiswa untuk tidak menekan presiden Jokowi. Baginya, penerbitan Perpu sepenuhnya wewenang presiden.
Baca: Pesan Orangtua Mahasiswa Korban Penembakan di Kendari, Ingin Kematian Anak Diusut Tuntas
"Sebagai generasi baru dan masyarakat intelektual, jangan membiasakan diri melakukan tekanan. Mengancam itu tidak bagus. Jangan pernah memberikan batas waktu kemudian mengancam, itu tidak bagus," kata Ngabalin saat menghadiri diskusi di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Sebagai generasi baru, Ngabalin menyebut semestinya mahasiswa melakukan diskusi intelektual. Baginya, narasi-narasi yang dibangun oleh mahasiswa seharusnya dengan cara yang bagus.
"Ruang-ruang diskusinya pakai pikiran dan hati. Karena yang sedang dipikirkan itu adalah masa depan bangsa dan negara. 270 juta rakyat Indonesia. Jadi presiden sama sekali tidak ragu, apa yang telah diputuskan DPR itu menjadi keputusan politik negara," terangnya.
Baca: Deretan Fakta Unik Jepang dan Mitos Angka yang Dianggap Pertanda Buruk
Namun demikian, Ngabalin mengaku belum mengetahui apakah nantinya presiden Jokowi akan menerima untuk menerbitkan Perppu KPK atau tidak.
"(Jokowi) ini kan orang Solo, orang Jawa. Jadi juga tidak tergesa-gesa mengambil keputusan kan. Jadi kasih ruang waktu, tidak ada masalah, insya Allah," tukasnya.