Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir disebut memfasilitasi pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, mendapatkan proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1).
Johannes Budisutrisno Kotjo dapat bertemu dengan Sofyan Basir melalui jasa Eni Maulani Saragih, mantan wakil ketua Komisi VII DPR RI dan politikus Partai Golkar, Idrus Marham.
"Dapat disimpulkan terdakwa telah memberikan kesempatan Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek pembangunan PLTU MT Riau-1 dengan cara tetap mencantumkan proyek dalam RUPTL PT PLN Persero pada tahun 2017 sampai 2026, sesuai permintaan Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo," kata Ronald Worotikan, JPU pada KPK saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/10/2019).
Baca: Curhatan Terakhir Erna Sebelum Tewas Dibacok Ayah Mertuanya, Tiba-tiba Masuk Kamar dan Lakukan Ini
Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd bekerja sama dengan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd berupaya mendapatkan proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (IPP PLTU MT) Riau-1 dari PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI).
JPU pada KPK mengungkapkan terdakwa mengarahkan Nicke Widyawati yang pada saat itu menjabat selaku direktur perencanaan PT PLN Persero untuk tetap memasukkan proyek IPP PLTU Mulut Tambang 2x300 MW pada perencanaan Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN Persero.
Atas dasar itu, JPU pada KPK meyakini Sofyan memberi kesempatan Kotjo mendapatkan proyek.
Padahal, kata dia, Sofyan mengetahui Kotjo akan memberikan uang kepada Eni jika proyek tersebut berhasil didapatkan Kotjo.
Baca: Rocky Gerung Akan Tetap Kritis Bila SBY dan AHY yang Berkuasa ?
Peran Sofyan Basir tidak hanya dalam memfasilitasi Kotjo, tetapi juga menandatangani power purchase agreement atau PPA proyek PLTU Riau-1 tanpa membahas dengan direksi PLN lainnya.
Jaksa menilai hal tersebut bertentangan dengan Revisi II SOP mengenai kerja sama penyediaan tenaga listrik di PT PLN.
JPU pada KPK menyebutkan terdakwa menandatangani power purchase agreement (PPA) proyek IPP Mulut Tambang 2x300 MW di Perenap sebelum seluruh prosedurnya dilalui dan dilakukan tanpa membahas sebelumnya dengan direksi PT PLN Persero lainnya.
"Hal ini bertentangan dengan Revisi II SOP mengenai kerja sama penyediaan tenaga listrik dalam rangka pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan melalui penugasan kepada anak perusahaan yang dibuat oleh Deputi Manajer Perencana Pengadaan IPP 2 yang ditetapkan pada tanggal 27 September 2017," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Baca: Dokter Sebut Irish Bella Sempat Tak Kuasa Lihat Bayi Kembarnya yang Sudah Meninggal Dunia saat Lahir
JPU pada KPK menyatakan Sofyan Basir terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-I.
"Menyatakan terdakwa Sofyan Basir terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Ronald Worotikan, JPU pada KPK saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/10/2019).
Dalam sidang beragenda pembacaan tuntutan, JPU pada KPK menyebutkan hal yang memberatkan hukuman diantaranya, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Sementara itu, hal yang meringankan, Sofyan Basir dianggap bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan tidak ikut menikmati hasil tindak pidana suap yang dibantunya.
Dalam perkara proyek PLTU Riau-1 yang menelan biaya USD 900 juta ini, KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka keempat menyusul pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Baca: Fakta-fakta Pria Beristri Bawa Kabur dan Setubuhi Anak di Bawah Umur di Kalimantan Selatan
Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd., dan investor China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC).
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis.
Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Atas perbuatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN (Persero) nonaktif, mengatur pertemuan untuk membahas pemufakatan jahat suap kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.
Baca: Aditya Wibowo Dipuji Petinggi Tim Baby Race Academy Italia Saat Tampil di Trofeo d Autonno
Sofyan Basir mengatur pertemuan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisn Kotjo, dengan jajaran Direksi PT PLN.
JPU pada KPK menjelaskan, Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan Eni, Idrus, dan Kotjo dengan jajaran Direksi PT PLN untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi dengan BNR, Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited yang dibawa oleh Kotjo.
Padahal, kata JPU pada KPK, terdakwa mengetahui Eni dan Idrus akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo, sehingga Eni, selaku anggota Komisi VII DPR RI dan Idrus menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4,75 Miliar.
Pada dakwaan pertama, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Ataupun pada dakwaan kedua, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 11 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.