“Justru kita harus heran kalau tidak ada yang menyalahgunakannya,” ujarnya.
Hendrawan menuturkan adanya dana “desa siluman” akan di periksa lebih dalam.
“Dari informasi ini akan ditelaah lebih detail,” ujarnya.
Sekali lagi, anggota DPR menegaskan kasus seperti ini substansinya bukan merupakan hal baru.
Karena pada dasarnya, kalau ada insentif desa berpenduduk miskin yang besar maka akan muncul desa-desa fiktif berpenduduk miskin.
“Misalnya ada insentif untuk desa yang penduduk miskin nya besar, tiba-tiba muncul desa yang jumlah penduduk miskinnya bertambah,”jelasnya.
Namun, Hendrawan menekankan, semua ini tergantung pada tata kelola dan pengawasan dana desa.
Untuk saat ini, ia menyebut hal tersebut perlu diperbaiki.
“Tetapi bagaimana proses administrasi pertanggung jawaban keuangannya ini yang perlu diperbaiki,” ujar Hendrawan.
Ditanya terkait berapa anggaran yang telah keluar untuk dana “desa siluman”, Hendrawan menyebut belum mengetahuinya.
“oh tidak, belum sampai sedetail itu,” ujarnya.
Untuk jumlah desa fiktif yang menerima dana dari Pemerintah, Hendrawan juga tidak mengetahuinya.
Diberitakan sebelumnya, terkuaknya dana untuk “desa siluman” diungkapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani.
Setelah ada pihak yang melapor kepadanya seusai dibentuknya Kabinet Indonesia Maju.
Hal itu diungkapkan pada saat rapat kerja evaluasi kinerja 2019 dan rencana kerja 2020 bersama Komisi XI DPR RI terkait tantangan dalam penyaluran dana desa.
Sri Mulyani menemukan desa – desa yang tak berpenghuni namun menerima anggaran pemerintah melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).(*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma/Nuryanti)