Misbah mengaku, permohonan surat dokumen KUA-PPAS 2020 akan diberikan kalau hal itu sudah selesai dibahas.
Menurut Sekjen FITRA, hal ini sudah mencederai makna dari partisipasi.
“Untuk apa dokumen yang sudah selesai kemudian baru dibuka aksesnya. Jadi saya anggap partisipasi yang akan dilakukan tidak akan bermakna,” tegas Misbah.
Misbah menyebut sudah atau belum selesai dibahas, mendapatkan dokumen KUAPPAS merupakan hak dari warga DKI Jakarta.
“Sebenarnya hak warga untuk mendapatkan dokumen meskipun itu belum final,” ujarnya.
Karena menurut undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), meskipun dokumen masih dalam bentuk rancangan , dokumen tersebut serta merta harus tetap bisa diberikan kepada masyarakat.
Misbah mengatakan bahwa di Undang–Undang KIP level transparansi itu ada yang dipublikasikan melalui website pemerintah dan juga dapat melalui permohonan surat dokumen.
Namun, sulitnya warga dalam mendapatkan dokumen KUA-PPS 2020 membuat Misbah yakin telah terjadi kemunduran dalam aspek transparansi di proses penyusunan anggaran tersebut.
“Melalui permohonan pun ditolak ini kan memang terjadi kemunduran diaspek transparansi,” tegasnya.
Sebelumnya, Misbah juga pernah menyinggung terkait transparansi di dalam proses penyusunan APBD DKI Jakarta 2020.
Dikutip dari TribunJakarta.com, dalam diskusi bertema Kejanggalan Anggaran DKI 2020 di Kantor Populi Center, Jakarta Barat, Rabu (6/11/2019) Misbah menyebut Pemprov DKI melakukan dua pelanggaran dalam proses penyusunan APBD 2020.
Satu diantaranya yakni dari sisi transparansi.
Misbah menyebut, pemprov DKI telah melanggar peraturan Permendagri Nomor 33 Tahun 2019.
"Makna dari transparansi adalah untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan memudahkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD, itu dari segi proses," ujar Misbah.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma) (TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)