TRIBUINNEWS.COM – Sekjen Forum Indonesia Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan menyebut penyusunan APBD DKI Jakarta 2020 dalam aspek transparansi telah mengalami kemuduran.
Hal itu ia sampaikan dalam acara 'Mata Najwa' yang diunggah oleh kanal Youtube Najwa Shihab (7/11/2019).
Misbah mengatakan kemunduran transparansi ini dinilai dari sulitnya masyarakat untuk mengakses dan mengajukan permohonan dokumen Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk APBD 2020.
Menurutnya, dalam hal tansparansi memiliki beberapa level.
Level transparansi tertinggi dalam polemik ini adalah terkait dokumen yang diunggah di website resmi pemerintah.
“Level transparansi ada beberapa, yang paling tinggi kan ketika di-upload di website resmi Pemda DKI,” ujar Misbah
Namun kalau Pemda DKI tidak berkomitmen dalam mengunggah dokumen tersebut di website resmi, maka dapat dilakukan transparansi yang lebih rendah.
Level transparansi yang lebih rendah yakni dengan cara dibukanya akses warga DKI Jakarta untuk memohon dokumen tersebut.
“Kalau memang tidak ada komitmen untuk mengunggah itu, sebenarnya derajat transparansi yang lebih rendah ketika warga DKI memohon dokumen itu harusnya diberikan,” imbuhnya.
Misbah mengaku, pada 16 Oktober 2019 Seknas FITRA telah mencoba melayangkan surat permohonan untuk dokumen KUA-PPAS DKI Jakarta 2020.
Namun Seknas FITRA baru mendapat jawabannya pada 30 Oktober 2019.
“Nah Seknas FITRA pada tanggal 16 Oktober 2019 itu melayangkan surat permohonan dokumen KUA-PPAS 2020 itu dibalas tanggal 30 Oktober 2019,”ujarnya.
Permohonan Seknas FITRA ditolak dengan alasan proses penyusunan anggaran belum mencapai tahap final.
“Jawabnya ditolak karena ini masih dalam proses pembahasan,” imbuhnya.
Misbah mengaku, permohonan surat dokumen KUA-PPAS 2020 akan diberikan kalau hal itu sudah selesai dibahas.
Menurut Sekjen FITRA, hal ini sudah mencederai makna dari partisipasi.
“Untuk apa dokumen yang sudah selesai kemudian baru dibuka aksesnya. Jadi saya anggap partisipasi yang akan dilakukan tidak akan bermakna,” tegas Misbah.
Misbah menyebut sudah atau belum selesai dibahas, mendapatkan dokumen KUAPPAS merupakan hak dari warga DKI Jakarta.
“Sebenarnya hak warga untuk mendapatkan dokumen meskipun itu belum final,” ujarnya.
Karena menurut undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), meskipun dokumen masih dalam bentuk rancangan , dokumen tersebut serta merta harus tetap bisa diberikan kepada masyarakat.
Misbah mengatakan bahwa di Undang–Undang KIP level transparansi itu ada yang dipublikasikan melalui website pemerintah dan juga dapat melalui permohonan surat dokumen.
Namun, sulitnya warga dalam mendapatkan dokumen KUA-PPS 2020 membuat Misbah yakin telah terjadi kemunduran dalam aspek transparansi di proses penyusunan anggaran tersebut.
“Melalui permohonan pun ditolak ini kan memang terjadi kemunduran diaspek transparansi,” tegasnya.
Sebelumnya, Misbah juga pernah menyinggung terkait transparansi di dalam proses penyusunan APBD DKI Jakarta 2020.
Dikutip dari TribunJakarta.com, dalam diskusi bertema Kejanggalan Anggaran DKI 2020 di Kantor Populi Center, Jakarta Barat, Rabu (6/11/2019) Misbah menyebut Pemprov DKI melakukan dua pelanggaran dalam proses penyusunan APBD 2020.
Satu diantaranya yakni dari sisi transparansi.
Misbah menyebut, pemprov DKI telah melanggar peraturan Permendagri Nomor 33 Tahun 2019.
"Makna dari transparansi adalah untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan memudahkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD, itu dari segi proses," ujar Misbah.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma) (TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)